30/10/16
DENPASAR, KOMPAS.com
- Ima Matul Maisaroh, perempuan asal Malang, Jawa Timur, menjadi salah
satu anggota Dewan Penasehat Presiden Barack Obama pada permasalahan
perdagangan manusia. Jauh sebelum ditunjuk sebagai anggota Dewan
Penasehat itu, Ima menjalani kisah sedih yang traumatis saat menjadi
Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Negeri Paman Sam tersebut.
Kisah sedih itu Ima ceritakan saat menghadiri seminar bertema
"Perjuangan Perempuan Melawan Perdagangan Manusia" di Denpasar, Bali
pada Sabtu (29/10/2016) kemarin.
"Kasus saya bukan karena saya miskin. Saya awalnya merasa malu dalam
keluarga, dalam komunitas saya. Saya dipaksa kawin saat masih umur 16
tahun. Saya nekat untuk mendaftar bekerja ke Hongkong," kata Ima Matul
Maisaroh.
Ima mengaku, saat itu dia tidak punya pengalaman kerja. Karena itu,
ia harus mengikuti pelatihan di sebuah tempat penampungan calon TKW.
Saat menjalani pelatihan di sebuah keluarga di Malang tersebut, ia
ditawarkan untuk pergi ke Amerika Serikat (AS) guna mengikuti saudara si
pemberi pelatihan. Itu terjadi pada 1997.
"Keluarga yang di Malang itu kan punya keluarga di Amerika Serikat. Pada saat itu dia membutuhkan asisten rumah tangga atau nanny karena mau melahirkan. Jadi saya ditawarin, ya mau sajalah. Siapa yang tidak mau ke Amerika meskipun saya nggak pernah ke sana?" ujar Ima.
Ima sempat dijelaskan pilihan negara yang akan dituju, yaitu Amerika atau Hongkong.
Ia berpikir, jika kerja di Amerika, yang ditawarkan keluarga di
Malang tersebut, ia akan bekerja dengan orang Indonesia. Jadi, ia tidak
harus belajar bahasa Inggris terlebih dulu. Biaya semua ditanggung.
Namun jika ke Hongkong, ia minimal harus mengerti bahasa mandarin serta gaji akan dipotong untuk agen.
Akhirnya, Ima menyetujui tawaran ke Amerika.
"Saya dijanjiin, gaji saya 150 dollar AS per bulan. (Jumlah) itu (pada) jaman saya dulu banyak sekali. Akhirnya semua diurusin,
tiket, visa, paspor, dan semuanya. Setelah saya tiba di Amerika, saya
dijemput keluarga tersebut, paspor saya diambil, saya dibawa ke
rumahnya, latihan kerja cara-cara di Amerika," kata dia.
Seminggu kemudian, Ima ternyata diserahkan ke keluarga lain. Itulah
yang kemudian dinilai sebagai transaksi perdagangan manusia. Ima tidak
menyadari bahwa saat itu dirinya sudah dijual ke pembeli yang
membutuhkan tenaga kerja.
"Pertama-pertamanya sih biasa-biasa saja sebagai asisten rumah tangga. Tapi lama kemudian pekerjaan mulai banyak. Saya bekerja dari pagi sampai malam, gaji juga nggak dikasih, majikan sering ngomelin, sering dipukulin, sampai parah sekali," kenangnya.
Ima bekerja dalam situasi tersebut selama tiga tahun. Kalau di negara
lain seperti Hongkong atau Singapura, asisten rumah tangga mendapat
satu hari libur per minggu, tetapi Ima mengaku ia tidak pernah
mendapatkan hal tersebut. Ia pun sulit untuk melarikan diri
No comments:
Post a Comment