Thursday, January 7, 2016

Pelacuran di sini diwariskan dari Ibu ke anak perempuan

6 Januari 2016

Ilustrasi. Prostitusi di Uganda. (Foto: Whereintheworldislucy)
Ilustrasi.  (Foto: Whereintheworldislucy)





BICARA soal pelacuran sangat sensitif dan kontroversial sifatnya, kerana berhubungan erat dengan seks dan wang. Beberapa negara melegalkan bisnis asusila ini, sementara kebanyakan negara masih menjadikan hal yang tabu untuk profesyen ini. Meski begitu, layanan esek-esek terus berkeliaran tak terkawal oleh pemerintah, atau memang sengaja dibiarkan sebab toh, pemerintahnya belum mampu membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan pendidikan maupun menjangkau serta memenuhi keperluan hidup rakyatnya.

Kebanyakan perempuan menjalankan pekerjaan ini kerana terpaksa dan demi wang. Tidak perlu keterampilan maupun kecerdasan intelektual, cukup pasang badan, pandai merawat diri dan berlagak puas.

Di Uganda, salah satu negara di kawasan Afrika Timur merupakan daerah yang terkenal akan prostitusinya se-antero Benua Hitam. Pasalnya, kehidupan prostitusi di Uganda sudah sejak lama menjadi warisan, turun temurun dari ibu kepada anaknya.

Bisnis seksual terbesar di Uganda, yakni di Entebbe, kota yang pernah menjadi ibu kota Uganda sebelum Kampala. Generasi pertama prostitusi di Entebbe dimulai sekira satu dekade yang lalu. Berawal dari kedatangan pasukan Perancis ke pangkalan militer Entebbe. Kelab malam dibangun dan menjadi kawasan kekuasaan para tentera. Gadis-gadis muda pun diambil sebagai jarahan dan pemuas nafsu mereka.

Pada masa itu bayarannya mencapai 50 euro  sekali kencan. Banyak pemudi berusia belasan tahun direkrut bergabung ke bisnis tercela ini. Mereka kesulitan dalam masalah kewangan, serta dengan kondisi terjajah dan pendidikannya rendah. Demi membayar hutang dan memenuhi keperluan hidup keluarganya, mereka akhirnya bersedia melayani para tentera. Lagipula dengan jalan ini juga mereka memperoleh kesempatan duduk di bangku sekolah hingga berkuliah.

No comments:

Post a Comment