TRIBUNNEWS.COM - SENI mengukir diri, atau pantang (Iban) atau tato sudah dikenal masyarakat Dayak sejak zaman besi dan merupakan warisan leluhur yang memiliki arti indah dan bangga.
Selain itu proses tato dilakukan dengan ritual upacara adat yaitu upacara tolak bala dan alat yang digunakan untuk tato sangat tradisional dengan bahan pewarna alami.
Seniman tato, John Roberto Panurian, mencerikan, masyarakat Dayak pada zaman dulu menggunakan alat yang sangat sederhana untuk mengukir bagian tubuhnya dan tanpa menggunakan obat untuk membius kesakitan.
Alat yang digunakan berupa tajai/samak/pelai yang berbetuk huruf L dengan alat pemukul dari kayu lembut serta duri yang berasal dari pohon. Prosesnya, bagian ujung tajai berbentuk L dijepitkan duri dan ditusukan ke tubuh yang hendak diukir dengan cara dipukul atau ditetak menggunaka kayu pemukul.
Selain itu proses tato dilakukan dengan ritual upacara adat yaitu upacara tolak bala dan alat yang digunakan untuk tato sangat tradisional dengan bahan pewarna alami.
Seniman tato, John Roberto Panurian, mencerikan, masyarakat Dayak pada zaman dulu menggunakan alat yang sangat sederhana untuk mengukir bagian tubuhnya dan tanpa menggunakan obat untuk membius kesakitan.
Alat yang digunakan berupa tajai/samak/pelai yang berbetuk huruf L dengan alat pemukul dari kayu lembut serta duri yang berasal dari pohon. Prosesnya, bagian ujung tajai berbentuk L dijepitkan duri dan ditusukan ke tubuh yang hendak diukir dengan cara dipukul atau ditetak menggunaka kayu pemukul.
Sedangkan untuk motifnya dari kayu yang telah diukirkan pola kemudian dioleskan arang dan ditempelkan pada posisi yang mau diukir setelah itu baru dipukul atau ditata, papar John.
"Seiring perkembangan zaman, cara dan teknik mengukir tubuh atau tato juga berubah. Satu di antaranya, seperti dari memakai duri, paku, berubah menjadi jarum. Demikian hal-nya dari cara tradisional hingga menggunakan mesin," ujarnya.
Perubahan juga mempengaruhi warna yang digunakan, yakni dulu menggunakan pewarna alami atau arang, sekarang menggunakan tinta di antaranya tinta lavido atau tinta naga. Selain itu, cara yang digunakan dari kayu dengan pemukulnya, dinamo, hingga menggunakan mesin yang sangat canggih.
Kendati demikian, John mengaku dari sisi tertentu merasa prihatin dengan perkembangan seni tato yang tidak pada tempatnya. Ia menambahkan, masyarakat Dayak mengukir tubuh/tato bukan untuk menjadi jagoan tetapi adalah satu kebanggaan dan keindahan atau memberikan makna masa lalunya.
"Masyarakat Dayak berani bertato berarti berani merasa sakit sehingga berani menjaga keluarganya, bangsanya, dan kampungnya. Oleh sebab itu, motif yang digunakan juga motif tertentu karena mengandung makna jati diri," ujarnya.
Namun, seiring perkembangan zaman banyak masyarakat Dayak yang melakukan tato karena seni sehingga motif ornamen seperti gambar perisai yang sering digunakan. Sehingga tidak mencerminkan jati diri atau tradisinya masyarakat Dayak.
Oleh karena itu, masyarakat yang mau di-tato sebaiknya mengenali dulu tradisinya dan baru melakukan kreasi, agar tidak menyesal setelah tato baru mengetahui makna dan arti dari warisan leluhur, ujarnya.
"Seiring perkembangan zaman, cara dan teknik mengukir tubuh atau tato juga berubah. Satu di antaranya, seperti dari memakai duri, paku, berubah menjadi jarum. Demikian hal-nya dari cara tradisional hingga menggunakan mesin," ujarnya.
Perubahan juga mempengaruhi warna yang digunakan, yakni dulu menggunakan pewarna alami atau arang, sekarang menggunakan tinta di antaranya tinta lavido atau tinta naga. Selain itu, cara yang digunakan dari kayu dengan pemukulnya, dinamo, hingga menggunakan mesin yang sangat canggih.
Kendati demikian, John mengaku dari sisi tertentu merasa prihatin dengan perkembangan seni tato yang tidak pada tempatnya. Ia menambahkan, masyarakat Dayak mengukir tubuh/tato bukan untuk menjadi jagoan tetapi adalah satu kebanggaan dan keindahan atau memberikan makna masa lalunya.
"Masyarakat Dayak berani bertato berarti berani merasa sakit sehingga berani menjaga keluarganya, bangsanya, dan kampungnya. Oleh sebab itu, motif yang digunakan juga motif tertentu karena mengandung makna jati diri," ujarnya.
Namun, seiring perkembangan zaman banyak masyarakat Dayak yang melakukan tato karena seni sehingga motif ornamen seperti gambar perisai yang sering digunakan. Sehingga tidak mencerminkan jati diri atau tradisinya masyarakat Dayak.
Oleh karena itu, masyarakat yang mau di-tato sebaiknya mengenali dulu tradisinya dan baru melakukan kreasi, agar tidak menyesal setelah tato baru mengetahui makna dan arti dari warisan leluhur, ujarnya.
No comments:
Post a Comment