Selasa, 23 Oktober 2012
Marina
Chapman mengaku dibesarkan kawanan monyet capuchin di hutan belantara
Kolombia, setelah dia dibuang oleh para penculiknya.
Seorang ibu rumah tangga di Inggris mengaku menghabiskan masa
kecilnya bersama kawanan monyet capuchin di hutan belantara Kolombia.
Untuk pertama kali, dia menuangkan perjalanan hidupnya yang luar biasa
itu melalui sebuah buku dan sebuah film dokumenter yang akan dirilis kemudian.
Marina Champman mengaku hidup di hutan selama lima tahun bersama kawanan
monyet. Menurutnya, dia diculik untuk uang tebusan pada tahun 1950-an
ketika berusia lima tahun sebelum ditinggalkan di hutan oleh para
penculiknya setelah penculikan itu kacau-balau.
Selama lima tahun itu, dia hidup seperti Tarzan. Dia belajar berburu,
termasuk menangkap burung dan kelinci, dengan tangan kosong.
Kehidupan di hutan itu berakhir setelah dia ditemukan oleh beberapa
pemburu. Sayangnya, nasibnya tidak bertambah baik karena pemburu-pemburu
itu menjualnya ke sebuah rumah bordil di Kota Cucuta. Di tempat itu,
dia sering dipukuli.
Marina berhasil kabur meskipun hanya menjadi anak jalanan. Kadang-kadang dia ditangkap polisi dan dijebloskan ke dalam sel.
Nasibnya mulai berubah di usia remaja ketika dia diambil oleh satu
keluarga Kolombia dan dijadikan pembantu. Dia mengubah sendiri namanya
menjadi Marina Luz.\
Ketika berusia 20-an tahun, dia bepergian ke Inggris dengan beberapa
tetangganya yang bekerja di bidang perdagangan tekstil. Dia tinggal di
negara itu setelah bertemu dengan lelaki yang kemudian menjadi suaminya,
John Chapman.
Menikah pada 1977, pasangan itu kini tinggal di Yorkshire. Hanya kepada
suaminya Marina menceritakan masa lalunya yang luar biasa itu.
Marina dan keluarganya memutuskan untuk membagikan cerita itu untuk
menunjukkan kengerian praktik perdagangan manusia di Amerika Selatan.
Dia yakin dilahirkan pada sekitar tahun 1950-an dan berumur lima tahun ketika dibuang di hutan.
"Diduga karena penculikan itu menjadi kacau," kata Vanessa Champman,
satu dari dua putrinya. Komposer film dan televisi itu membantu sang ibu
menuliskan kisahnya dalam sebuah buku yang diberi judul The Girl with No Name.
"Yang diingat ibu hanya dibius dengan tangan yang membungkam mulutnya dan yang diingat tentang kehidupannya sebelum di hutan adalah dia mempunyai boneka berwarna hitam," tutur James.
"Yang diingat ibu hanya dibius dengan tangan yang membungkam mulutnya dan yang diingat tentang kehidupannya sebelum di hutan adalah dia mempunyai boneka berwarna hitam," tutur James.
"Ibu sepertinya belajar untuk melindungi diri sendiri dan hanya sekali jatuh sakit setelah makan buah beri beracun," kata James, kepada The Sunday Times.
James menambahkan, "Kalau kami menginginkan makanan, kami harus
mengeluarkan suara-suara. Teman-teman di sekolah sangat menyukai Ibu
karena beliau sangat tidak biasa. Dia seperti anak-anak, dalam berbagai
hal."
"Ibu mendongengi kami tentang hutan. Menurut kami, itu bukan hal aneh.
Itu hanya cara ibu menceritakan kehidupannya," imbuh James.
James membantu sang ibu menulis The Girl with No Name yang
rencananya diterbitkan pada April mendatang. Sementara itu, Blink Films
berencana membuat film dokumenter untuk televisi tentang kisah masa
kecil Marina.
Marina Chapman, yang belajar menjadi juru masak, bekerja di National
Media Museum di Bradford, sebelum mengubah karier untuk menolong
anak-anak bermasalah.
Menurut para pakar, monyet diketahui bisa menerima anak-anak dalam
kawanan mereka. Peristiwa serupa dialami seorang bocah berusia empat
tahun asal Uganda. Dia ditinggalkan di hutan selama lebih dari satu
tahun dan hidup bersama kera vervet sebelum diselamatkan dan kembali
hidup bersama manusia.
Sumber kompas.com

No comments:
Post a Comment