10 Feb 2013
di India mengajarkan masyarakat Hindu kasta rendah untuk berguling di
sisa makanan yang dibuang oleh kasta lebih tinggi. Hal itu dipercayai
mereka dilakukan untuk menghilangkan penyakit. Yang unik, meski ritual
ini telah ditentang oleh banyak pihak, masyarakat pelaku ritual ini
tetap tak mau berhenti melakukan ritualnya.
Ritual ini sendiri disebut Made Snana atau Mandi Ludah, yakni ritual yang umum dilakukan di Wilayah Karnataka ketika perayaan rutin yang dilakukan di kuil berumur 4000 tahun Kukke Subramanya. Ritual ini juga dilakukan di kuil Sri Krishna di kota Udupi.
Sebagai bahagian dari ritual kuno, para Dalit, sebutan untuk anggota kasta paling rendah, berguling melintasi sisa makanan yang dimakan para brahman , sebutan untuk orang dengan kasta lebih tinggi. Dengan bergulingnya mereka di sisa makanan tersebut, diyakini, semua kesusahan dan penyakit akan hilang dan disembuhkan.Festival rutin ini diikuti hingga 25,000 orang yang berguling di ‘sisa makanan’ para Brahman .
Sementara, di sisi lain, ada sebahagian Dalit yang tergabung dalam Organisasi Kesejahteraan Dalit, yang menganggap ritual ini tidak manusiawi dan tak dapat diterima. Jika memang dapat menyembuhkan penyakit secara efektif, harusnya pemerintah pusat menutup rumah sakit dan lembaga kesihatan formal lainnya.
Sedangkan pihak yang memprotes lainnya menganggap tradisi ini tak berbeda jauh kejahatannya dengan tradisi sati dimana para janda dibakar saat pemakaman suaminya. Bahkan menteri sosial dan kesejahteraan, A. Narayanaswamy, yang juga seorang Dalit, mengatakan bahawa tak ada toleransi bagi ritual ini. Ia tak peduli kasta mana yang berguling atau kasta mana yang membuang makanan, ritual ini tetap menjadi sebuah hal yang sangat tidak ilmiah dan menjijikan.
Penjelasan akan ritual aneh ini pun dijelaskan oleh salah satu pengikutnya, seorang astrolog, Kabyadi Jayarama Acharva. Menurutnya, Snana tak ada hubungannya dengan pembahagian kasta. “para Brahman yang makan dianggap sebagai representasi dewa Subramanya, dan sisa mereka dianggap berkah dewa. Saya sendiri berguling snana saat umur 16 tahun dan penyakit kulit saya sembuh.
Beberapa pihak meyakini bahawa ada efek psikologis yang timbul saat melakukan ritual ini sehingga menyebabkan keyakinan pada diri mereka dan membantu menyembuhkan penyakit atau bahkan menyelesaikan problem yang mereka dapatkan.
Sementara debat mengenai ritual ini terus berjalan, ternyata satu-satunya cara untuk menghentikan ritual ini adalah dengan merubah keyakinan para pengikutnya yang tentunya memerlukan waktu lama untuk meyakininya.
Ritual ini sendiri disebut Made Snana atau Mandi Ludah, yakni ritual yang umum dilakukan di Wilayah Karnataka ketika perayaan rutin yang dilakukan di kuil berumur 4000 tahun Kukke Subramanya. Ritual ini juga dilakukan di kuil Sri Krishna di kota Udupi.
Sebagai bahagian dari ritual kuno, para Dalit, sebutan untuk anggota kasta paling rendah, berguling melintasi sisa makanan yang dimakan para brahman , sebutan untuk orang dengan kasta lebih tinggi. Dengan bergulingnya mereka di sisa makanan tersebut, diyakini, semua kesusahan dan penyakit akan hilang dan disembuhkan.Festival rutin ini diikuti hingga 25,000 orang yang berguling di ‘sisa makanan’ para Brahman .
Sementara, di sisi lain, ada sebahagian Dalit yang tergabung dalam Organisasi Kesejahteraan Dalit, yang menganggap ritual ini tidak manusiawi dan tak dapat diterima. Jika memang dapat menyembuhkan penyakit secara efektif, harusnya pemerintah pusat menutup rumah sakit dan lembaga kesihatan formal lainnya.
Sedangkan pihak yang memprotes lainnya menganggap tradisi ini tak berbeda jauh kejahatannya dengan tradisi sati dimana para janda dibakar saat pemakaman suaminya. Bahkan menteri sosial dan kesejahteraan, A. Narayanaswamy, yang juga seorang Dalit, mengatakan bahawa tak ada toleransi bagi ritual ini. Ia tak peduli kasta mana yang berguling atau kasta mana yang membuang makanan, ritual ini tetap menjadi sebuah hal yang sangat tidak ilmiah dan menjijikan.
Penjelasan akan ritual aneh ini pun dijelaskan oleh salah satu pengikutnya, seorang astrolog, Kabyadi Jayarama Acharva. Menurutnya, Snana tak ada hubungannya dengan pembahagian kasta. “para Brahman yang makan dianggap sebagai representasi dewa Subramanya, dan sisa mereka dianggap berkah dewa. Saya sendiri berguling snana saat umur 16 tahun dan penyakit kulit saya sembuh.
Beberapa pihak meyakini bahawa ada efek psikologis yang timbul saat melakukan ritual ini sehingga menyebabkan keyakinan pada diri mereka dan membantu menyembuhkan penyakit atau bahkan menyelesaikan problem yang mereka dapatkan.
Sementara debat mengenai ritual ini terus berjalan, ternyata satu-satunya cara untuk menghentikan ritual ini adalah dengan merubah keyakinan para pengikutnya yang tentunya memerlukan waktu lama untuk meyakininya.
No comments:
Post a Comment