Minggu, 28 April 2013
Jessica Cox Collection/Gulf News
Jessica Cox menjadi perempuan pertama yang menjadi penerbang
tanpa menggunakan tangan. Dia kini memiliki lisensi menerbangkan pesawat
latih ringan hingga ketinggian 3.050 meter.
PHOENIX, KOMPAS.com —
Bagi beberapa orang, keterbatasan tidak menghalang mereka dalam hal apa
pun. Keterbatasan itu justru memicu sejumlah orang untuk membuktikan
kemampuan mereka.
Salah seorang dengan keterbatasan, tetapi bersemangat tinggi ini adalah Jessica Cox (30), wanita dari Arizona, Amerika Syarikat. Dia terlahir cacat, tanpa dua tangan.
Saat Jessica lahir ke dunia tanpa kedua lengan, doktor pada saat itu mengingatkan kedua orangtuanya bahawa Jessica tak akan menjalani hidup seperti manusia normal.
Namun, di tengah keterbatasannya itu, ternyata Jessica memiliki segudang kegiatan, mulai dari latihan karate hingga menerbangkan pesawat .
Jessica bahkan tercatat sebagai wanita pertama yang menerbangkan pesawat dengan menggunakan kedua kakinya. Luar biasa.
Akibat tak memiliki lengan, Jessica justru mampu mengembangkan kemampuan jari-jari kakinya seperti layaknya jari tangan. Jemari kakinya itu boleh melakukan semua hal yang dilakukan tangan, seperti untuk berdandan, bermain piano, memandu kereta, hingga mengirim SMS.
Saat diwawancara di kediamannya di Arizona, AS, Jessica mengakui keterbatasan fisikal yang dimilikinya memang membuat kehidupan tak selalu berjalan mudah baginya.
"Ketika membesar, saya merasa seperti tinggal di alam lain. Sebab, semua yang bagi orang lain adalah hal alami, bagi saya menjadi hal yang sangat sukar untuk dipelajari," kenangnya.
"Namun, sejak saya menerima keunikan tubuh saya, maka saya menyedari hidup saya bukanlah hidup yang biasa, tetapi hidup yang luar biasa," ujar Jessica yang baru saja berkahwin dengan seorang pelatih karate itu.
"Untuk waktu yang sangat lama, ibu menyalahkan diri sendiri atas kondisi fisikal saya. Dia berfikir telah melakukan hal yang salah ketika mengandung," kata Jessica.
"Kakak saya Jason, lahir sempurna. Kondisi saya sangat langka, menurut doktor hanya terjadi pada satu dari satu juta bayi," tambah dia.
Kondisi itu, lanjut Jessica, yang membuat kedua orangtuanya, Inez dan Bill, sangat terpukul.
"Bagaimana saya akan makan? Bagaimana saya bermain dengan anak-anak lain? Atau bagaimana saya boleh menikah? Itu adalah semua pertanyaan orangtua saya," ujarnya.
Namun, ternyata pertumbuhan Jessica ternyata justru jauh lebih cepat dibanding bayi normal. Pada usia lima bulan dia sudah duduk dan "merayap" menggunakan punggungnya. Dalam usia 18 bulan dia bahkan sudah boleh berdiri dan berjalan tanpa bantuan.
Kepercayaan dirinya meningkat saat di usia empat tahun, guru menarinya menyuruhnya untuk berada di baris terdepan saat tampil dalam resital pertamanya.
"Saat itu, saya tak ingin ditertawakan. Namun, guru saya mengatakan 'Jessica tak ada barisan belakang (di panggung), kamu harus berada di depan bersama teman lainnya'. Pelajaran itu membekas di hati saya hingga sekarang," lanjut dia.
Menembus batas
Kehidupan selanjutnya menjadi semakin mudah untuk Jessica. Dia terus menggunakan kedua kakinya untuk berbagai kegiatan, seperti menggosok gigi, makan, menyisir rambut, dan menulis.
Meski demikian, kedua orangtua Jessica memutuskan agar putri mereka mengenakan lengan palsu pada saat dia berusia empat tahun.
"Mengenakan lengan palsu saya malah menjadi bahan ejekan. Beberapa anak memanggil saya Kapten Hook. Selain itu, tangan palsu itu sangat berat," kenang Jessica.
Meski lengan palsu itu memudahkannya membuka pintu, membawa tas, dan pekerjaan lainnya, tetapi setibanya di rumah, Jessica selalu melepas kedua lengan palsunya itu dan lebih memilih menggunakan kakinya.
"Saya hidup dengan normal, saya hanya harus melatih kaki dan jari-jari kaki saya untuk menggantikan fungsi tangan," lanjut Jessica yang akhirnya memutuskan untuk tidak pernah menggunakan tangan palsu lagi.
Ternyata, tanpa lengan palsu Jessica malah semakin tak terbendung. Dalam usia 14 tahun dia sudah meraih sabuk hitam karate, usia 15 dia berkompetisi renang, dan pada usia 26 tahun Jessica mulai belajar berselancar.
Pada 2005, Jessica mulai belajar menjadi pilot. Dia kini memiliki lisensi menerbangkan pesawat ringan untuk ketinggian hingga 3.050 meter.
"Terbang adalah salah satu kegiatan yang membuat saya merasa benar-benar independen dan bangga terhadap diri saya sendiri. Saya membuktikan semua bisa terwujud jika kita yakin terhadap diri sendiri," kata Jessica berpetuah.
Mencari suami
Meski memiliki segudang kegiatan dan prestasi, satu hal yang membuat perempuan hebat ini nyaris menyerah adalah dalam urusan mencari suami.
Namun, semua berubah pada Mei 2010, saat dia berkenalan dengan Patrick, salah seorang pelatih karate di sekolahnya.
"Sejak awal, Patrick tidak melihat saya sebagai gadis aneh yang melakukan segalanya menggunakan kaki, atau mengasihani saya sebagai gadis yang tak memiliki lengan. Dia melihat saya sebagai Jessica. Itulah yang membuat saya mencintai dia," kenangnya.
Akhirnya Jessica dan Patrick memutuskan untuk menikah pada 12 Mei 2012.
"Saya tahu saya berbeda dengan perempuan lain. Namun itu tak membuat saya merasa tidak cantik," katanya.
"Dari beberapa pria yang pernah berkencan dengan saya, semua melihat saya dari luar saja. Namun, Patrick berbeda. Dia melihat saya tetap cantik meski tak memiliki lengan," tambah dia.
Kini, cita-cita Jessica adalah memiliki anak bersama Patrick suaminya. Jessica membuktikan keterbatasan tidak bisa menghalangi kebahagiaan dan kesuksesan seseorang.
"Semua bisa dilakukan asalkan kita percaya pada diri kita sendiri," itulah petuah yang selalu dipegang teguh Jessica Cox.
Salah seorang dengan keterbatasan, tetapi bersemangat tinggi ini adalah Jessica Cox (30), wanita dari Arizona, Amerika Syarikat. Dia terlahir cacat, tanpa dua tangan.
Saat Jessica lahir ke dunia tanpa kedua lengan, doktor pada saat itu mengingatkan kedua orangtuanya bahawa Jessica tak akan menjalani hidup seperti manusia normal.
Namun, di tengah keterbatasannya itu, ternyata Jessica memiliki segudang kegiatan, mulai dari latihan karate hingga menerbangkan pesawat .
Jessica bahkan tercatat sebagai wanita pertama yang menerbangkan pesawat dengan menggunakan kedua kakinya. Luar biasa.
Akibat tak memiliki lengan, Jessica justru mampu mengembangkan kemampuan jari-jari kakinya seperti layaknya jari tangan. Jemari kakinya itu boleh melakukan semua hal yang dilakukan tangan, seperti untuk berdandan, bermain piano, memandu kereta, hingga mengirim SMS.
Saat diwawancara di kediamannya di Arizona, AS, Jessica mengakui keterbatasan fisikal yang dimilikinya memang membuat kehidupan tak selalu berjalan mudah baginya.
"Ketika membesar, saya merasa seperti tinggal di alam lain. Sebab, semua yang bagi orang lain adalah hal alami, bagi saya menjadi hal yang sangat sukar untuk dipelajari," kenangnya.
"Namun, sejak saya menerima keunikan tubuh saya, maka saya menyedari hidup saya bukanlah hidup yang biasa, tetapi hidup yang luar biasa," ujar Jessica yang baru saja berkahwin dengan seorang pelatih karate itu.
"Untuk waktu yang sangat lama, ibu menyalahkan diri sendiri atas kondisi fisikal saya. Dia berfikir telah melakukan hal yang salah ketika mengandung," kata Jessica.
"Kakak saya Jason, lahir sempurna. Kondisi saya sangat langka, menurut doktor hanya terjadi pada satu dari satu juta bayi," tambah dia.
Kondisi itu, lanjut Jessica, yang membuat kedua orangtuanya, Inez dan Bill, sangat terpukul.
"Bagaimana saya akan makan? Bagaimana saya bermain dengan anak-anak lain? Atau bagaimana saya boleh menikah? Itu adalah semua pertanyaan orangtua saya," ujarnya.
Namun, ternyata pertumbuhan Jessica ternyata justru jauh lebih cepat dibanding bayi normal. Pada usia lima bulan dia sudah duduk dan "merayap" menggunakan punggungnya. Dalam usia 18 bulan dia bahkan sudah boleh berdiri dan berjalan tanpa bantuan.
Kepercayaan dirinya meningkat saat di usia empat tahun, guru menarinya menyuruhnya untuk berada di baris terdepan saat tampil dalam resital pertamanya.
"Saat itu, saya tak ingin ditertawakan. Namun, guru saya mengatakan 'Jessica tak ada barisan belakang (di panggung), kamu harus berada di depan bersama teman lainnya'. Pelajaran itu membekas di hati saya hingga sekarang," lanjut dia.
Menembus batas
Kehidupan selanjutnya menjadi semakin mudah untuk Jessica. Dia terus menggunakan kedua kakinya untuk berbagai kegiatan, seperti menggosok gigi, makan, menyisir rambut, dan menulis.
Meski demikian, kedua orangtua Jessica memutuskan agar putri mereka mengenakan lengan palsu pada saat dia berusia empat tahun.
"Mengenakan lengan palsu saya malah menjadi bahan ejekan. Beberapa anak memanggil saya Kapten Hook. Selain itu, tangan palsu itu sangat berat," kenang Jessica.
Meski lengan palsu itu memudahkannya membuka pintu, membawa tas, dan pekerjaan lainnya, tetapi setibanya di rumah, Jessica selalu melepas kedua lengan palsunya itu dan lebih memilih menggunakan kakinya.
"Saya hidup dengan normal, saya hanya harus melatih kaki dan jari-jari kaki saya untuk menggantikan fungsi tangan," lanjut Jessica yang akhirnya memutuskan untuk tidak pernah menggunakan tangan palsu lagi.
Ternyata, tanpa lengan palsu Jessica malah semakin tak terbendung. Dalam usia 14 tahun dia sudah meraih sabuk hitam karate, usia 15 dia berkompetisi renang, dan pada usia 26 tahun Jessica mulai belajar berselancar.
Pada 2005, Jessica mulai belajar menjadi pilot. Dia kini memiliki lisensi menerbangkan pesawat ringan untuk ketinggian hingga 3.050 meter.
"Terbang adalah salah satu kegiatan yang membuat saya merasa benar-benar independen dan bangga terhadap diri saya sendiri. Saya membuktikan semua bisa terwujud jika kita yakin terhadap diri sendiri," kata Jessica berpetuah.
Mencari suami
Meski memiliki segudang kegiatan dan prestasi, satu hal yang membuat perempuan hebat ini nyaris menyerah adalah dalam urusan mencari suami.
Namun, semua berubah pada Mei 2010, saat dia berkenalan dengan Patrick, salah seorang pelatih karate di sekolahnya.
"Sejak awal, Patrick tidak melihat saya sebagai gadis aneh yang melakukan segalanya menggunakan kaki, atau mengasihani saya sebagai gadis yang tak memiliki lengan. Dia melihat saya sebagai Jessica. Itulah yang membuat saya mencintai dia," kenangnya.
Akhirnya Jessica dan Patrick memutuskan untuk menikah pada 12 Mei 2012.
"Saya tahu saya berbeda dengan perempuan lain. Namun itu tak membuat saya merasa tidak cantik," katanya.
"Dari beberapa pria yang pernah berkencan dengan saya, semua melihat saya dari luar saja. Namun, Patrick berbeda. Dia melihat saya tetap cantik meski tak memiliki lengan," tambah dia.
Kini, cita-cita Jessica adalah memiliki anak bersama Patrick suaminya. Jessica membuktikan keterbatasan tidak bisa menghalangi kebahagiaan dan kesuksesan seseorang.
"Semua bisa dilakukan asalkan kita percaya pada diri kita sendiri," itulah petuah yang selalu dipegang teguh Jessica Cox.
Sumber :Gulf News
No comments:
Post a Comment