Kabul, - Seorang wanita muda
Aghanistan ditembak mati ayahnya di depan publik kerana dianggap telah
menodai kehormatan keluarga. Wanita itu telah kahwin lari dengan
sepupunya ketika suaminya sedang berada di Iran. Organisasi HAM Amnesty
International geram dan mengecam penembakan itu.
Kekerasan terhadap kaum wanita terus menjadi endemi di Afghanistan dan mereka yang bertanggung jawab sangat jarang diadili," tutur Horia Mosadiq dari Amnesty International seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (1/5/2013).
"Wanita bukan cuma menghadapi kekerasan di tangan anggota keluarga kerana alasan menjaga kehormatan, namun kerap kali wanita menghadapi pelanggaran HAM yang diakibatkan dari keputusan-keputusan oleh sistem pengadilan tradisional dan informal," cetusnya.
"Sistem ini harus direformasi dan polis harus mencegah putusan-putusan tersebut terlaksana. Otoritas di seluruh Afghanistan harus memastikan para pelaku kekerasan terhadap wanita dibawa ke mahkamah. Praktik hukuman keji terhadap wanita yang sangat mengejutkan ini, termasuk pembunuhan secara terbuka atau tertutup, harus dihentikan," tandasnya.
Wanita muda yang ditembak mati ayahnya itu, dikenali sebagai Halima itu berumur antara 18-20 tahun. Dia memiliki dua anak. Dia kahwin lari dengan seorang sepupunya ketika suaminya sedang berada di Iran. Namun 10 hari kemudian, lelaki itu mengembalikan Halima kepada keluarganya di Kookchaheel, distrik Aabkamari, provinsi Badghis.
Ayah Halima pun meminta nasihat dari para sesepuh desa atas kes ini. Tiga sesepuh desa kemudian mengeluarkan fatwa yang memerintahkan agar Halima dihukum mati di depan publik.
Halima pun ditembak mati ayahnya pada 22 April lalu. Tidak diketahui bagaimana nasib sepupu Halima.
(ita/nrl)
Kekerasan terhadap kaum wanita terus menjadi endemi di Afghanistan dan mereka yang bertanggung jawab sangat jarang diadili," tutur Horia Mosadiq dari Amnesty International seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (1/5/2013).
"Wanita bukan cuma menghadapi kekerasan di tangan anggota keluarga kerana alasan menjaga kehormatan, namun kerap kali wanita menghadapi pelanggaran HAM yang diakibatkan dari keputusan-keputusan oleh sistem pengadilan tradisional dan informal," cetusnya.
"Sistem ini harus direformasi dan polis harus mencegah putusan-putusan tersebut terlaksana. Otoritas di seluruh Afghanistan harus memastikan para pelaku kekerasan terhadap wanita dibawa ke mahkamah. Praktik hukuman keji terhadap wanita yang sangat mengejutkan ini, termasuk pembunuhan secara terbuka atau tertutup, harus dihentikan," tandasnya.
Wanita muda yang ditembak mati ayahnya itu, dikenali sebagai Halima itu berumur antara 18-20 tahun. Dia memiliki dua anak. Dia kahwin lari dengan seorang sepupunya ketika suaminya sedang berada di Iran. Namun 10 hari kemudian, lelaki itu mengembalikan Halima kepada keluarganya di Kookchaheel, distrik Aabkamari, provinsi Badghis.
Ayah Halima pun meminta nasihat dari para sesepuh desa atas kes ini. Tiga sesepuh desa kemudian mengeluarkan fatwa yang memerintahkan agar Halima dihukum mati di depan publik.
Halima pun ditembak mati ayahnya pada 22 April lalu. Tidak diketahui bagaimana nasib sepupu Halima.
(ita/nrl)
No comments:
Post a Comment