REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Seorang isteri polis ditembak mati
dan kemudian dibakar di depan para pembeli yang ketakutan di sebuah
pasar yang ramai di pendalaman Thailand selatan yang penuh kekerasan,
kata para pegawai pada Isnin dalam sebuah serangan balas dendam.
Wanita Buddhis 28 tahun itu ditembak mati pada Ahad petang ketika dia kembali ke keretanya dari pasar di daerah Ratapanyang, Wilayah Pattani.
Seorang polis setempat mengatakan, catatan yang tertinggal di lokasi kejadian menunjukkan serangan adalah balas dendam atas kematian minggu lalu terhadap tiga anak bersaudara Muslim - berusia tiga, lima dan sembilan tahun.
Para gerilyawan menyalahkan pemerintah Thailand atas pembunuhan anak laki-laki itu - meskipun belum ada bukti resmi yang mendukung klaim tersebut.
Pembunuhan terbaru meningkatkan momok lingkaran saling-bunuh antara warga Muslim dan Buddha di Wilayah Pattani.
Wilayah bergolak itu adalah salah satu dari tiga wilayah selatan yang berpenduduk mayoriti Muslim, dalam cengkeraman selama satu dekade pemberontakan berdarah yang telah meragut lebih dari 5,900 nyawa, yang mayoriti dari mereka adalah penduduk awam.
Setelah ditembak, tubuh wanita itu dibakar di depan orang-orang di pasar, kata polis kepada AFP, namun tidak ada seorang pun yang maju dengan memberi maklumat kerana mereka takut pembalasan dari para penyerang - yang dipercayai para gerilyawan.
Wanita Buddhis 28 tahun itu ditembak mati pada Ahad petang ketika dia kembali ke keretanya dari pasar di daerah Ratapanyang, Wilayah Pattani.
Seorang polis setempat mengatakan, catatan yang tertinggal di lokasi kejadian menunjukkan serangan adalah balas dendam atas kematian minggu lalu terhadap tiga anak bersaudara Muslim - berusia tiga, lima dan sembilan tahun.
Para gerilyawan menyalahkan pemerintah Thailand atas pembunuhan anak laki-laki itu - meskipun belum ada bukti resmi yang mendukung klaim tersebut.
Pembunuhan terbaru meningkatkan momok lingkaran saling-bunuh antara warga Muslim dan Buddha di Wilayah Pattani.
Wilayah bergolak itu adalah salah satu dari tiga wilayah selatan yang berpenduduk mayoriti Muslim, dalam cengkeraman selama satu dekade pemberontakan berdarah yang telah meragut lebih dari 5,900 nyawa, yang mayoriti dari mereka adalah penduduk awam.
Setelah ditembak, tubuh wanita itu dibakar di depan orang-orang di pasar, kata polis kepada AFP, namun tidak ada seorang pun yang maju dengan memberi maklumat kerana mereka takut pembalasan dari para penyerang - yang dipercayai para gerilyawan.
Isnin lalu, warga Muslim tiga bersaudara ditembak mati di depan rumah mereka di wilayah tetangga Narathiwat. Seorang ibu hamil dan ayahnya juga ditembak dalam serangan itu, tetapi keduanya selamat.
"Kami akan terus membunuh anda selama anda masih di tanah kami," kata catatan itu, menurut petugas yang menambahkan bahawa korban pada Ahad "tidak bersenjata, sasaran lemah dari komuniti Buddhis".
Srisompob Jitpiromsri, dari Prince of Songkla University di Pattani, mengatakan kematian ketiga anak laki-laki itu "telah memicu reaksi berantai yang akan sulit untuk dikendalikan kecuali jika pemerintah dapat mengadili pembunuh mereka".
"Gerakan pemberontak menginginkan kematian mereka sebagai kesempatan untuk membalas dendam. Perasaan seperti itu selama ini berjalan sangat tinggi," katanya.
Para pemberontak menginginkan tingkat otonomi dari Thailand, yang menganeksasi wilayah yang dulu dikuasai kesultanan Melayu Muslim itu lebih dari satu abad lalu.
Mereka menuduh pemerintah Thailand tak mengindahkan budaya Melayu tempatan serta melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas.
Ada lebih dari 40 pembunuhan sejak awal tahun ini di seluruh tiga wilayah selatan itu.
Para ahli mengatakan lonjakan kematian terkait dengan mengulur-ulur perundingan perdamaian, sementara pemerintah Thailand berjuang untuk mengekang protes anti-pemerintah di Bangkok.
Pemberontak, termasuk mereka yang berasal dari bayangan Barisan Revolusi Nasional yang diyakini banyak pejuang di akar rumput, telah membuat serangkaian tuntutan agar pembicaraan damai dapat dilanjutkan.
Tetapi sejauh ini belum belum ada respon penuh dari pihak Thailand.
Puluhan anak-anak telah meninggal baik oleh gerilyawan ataupun pasukan keselamatan sejak awal pertumpahan darah pada tahun 2004 dan hampir 400 lainnya cedera .
Setelah penembakan beberapa anak laki-laki itu, Lembaga Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa ( UNICEF) mengutuk serangan terhadap anak-anak di selatan Thailand itu.
No comments:
Post a Comment