13 Feb 2014
Seorang budak lelaki tersenyum dan cekikikan ketika dia menatap gambar
perempuan telanjang. Dia belum pernah melihat hal seperti itu sejauh
yang dia ingat.
Alat penerima satelit mulai tiba di kota konservatif Kandahar di
sebelah utara Afganistan dengan pasukan sekutu. Bersama dengan mereka,
datang film-film dokumenter dari Lituania, program pendidikan asal
Polandia, dan opera sabun dari Catalunya. Semua ini benar-benar baru
bagi para warga, layaknya pornografi, seperti dilansir situs dalje.com,
20 Juni 2007 lalu.
Setelah kejatuhan rezim Taliban, piringan satelit mulai merebak di
atap-atap perumahan, restoran, sampai kedai kopi. semua orang ingin
mengintip ke dunia yang belum pernah mereka ketahui. Sebanyak 170
program disiarkan dari seluruh dunia, termasuk empat di antaranya
menampilkan film porno.
Meski Taliban telah menghilang dari panggung politik, tetapi
ketidakhadiran para ekstremis bukan berarti bahwa Kandahar telah
meninggalkan hukum syariah mereka yang ketat, yang mengatur interaksi
antara jenis kelamin. Alhasil pertemuan pertama dengan dunia luar tidak
lain adalah sebuah kejutan budaya bagi penduduk Afghanistan.
Ketika memasuki masa pubertas, hampir semua kaum perempuan mengenakan
burqa, yang menutupi tubuh mereka dari kepala hingga ujung kaki.
Kebanyakan pria di sana tidak pernah melihat seorang wanita telanjang di
luar lingkaran keluarga mereka.
Karena itu, tidak mengherankan bahwa pertemuan pertama dengan saluran
satelit yang menawarkan seratus persen film porno menjadi kejutan
besar. Laki-laki dari Kandahar, yang telah terputus dari dunia luar
selama beberapa dekade, terbiasa dengan konflik dan undang-undang
Taliban yang tanpa kompromi.
Mereka belum pernah melihat hal seperti ini, meskipun pada
kenyataannya film-film itu adalah film semi porno dari standar Barat,
yang biasanya ditayangkan di antara iklan-iklan layanan telepon seks.
"Hal ini tidak baik bagi masyarakat kita," kata seorang pria berusia
26 tahun tidak disebutkan namanya. "Orang-orang seharusnya tidak
menonton hal-hal seperti itu, ini tidak benar."
Namun, rasa penasaran ternyata juga membuat anggota Taliban terjebak
dengan film-film yang ditawarkan dari satelit. Sekelompok Taliban
berjanggut duduk di bar dengan mata mereka terpaku ke layar. Seorang
wanita Barat memasuki ruangan dan salah satu dari mereka dengan panik
merubahan saluran.
Abdul Wasi, pemilik salah satu dari banyaknya toko peralatan satelit baru, mengatakan bahwa bisnis ini berkembang sangat baik.
"Saya menjual penerima digital dan piringan satelit dengan harga
sekitar Rp 4,2 juta dan saya mengimpor peralatan itu dari Pakistan,"
kata Wasi.
"Saya mulai bisnis ini sebulan yang lalu dan sekarang saya telah
menjual hampir empat ratus penerima satelit. Toko saya selalu penuh
sesak, semua orang ingin menonton televisi satelit," lanjut dia.
Merdeka.com -
No comments:
Post a Comment