Friday, February 14, 2014

Ketika film biru goda syahwat Taliban Afghanistan

13 Feb 2014

Ketika film biru goda syahwat Taliban Afghanistan
Milisi Taliban. ©2012 addyjagat.com
 
   
 Seorang budak lelaki tersenyum dan cekikikan ketika dia menatap gambar perempuan telanjang. Dia belum pernah melihat hal seperti itu sejauh yang dia ingat.

Alat penerima satelit mulai tiba di kota konservatif Kandahar di sebelah utara Afganistan dengan pasukan sekutu. Bersama dengan mereka, datang film-film dokumenter dari Lituania, program pendidikan asal Polandia, dan opera sabun dari Catalunya. Semua ini benar-benar baru bagi para warga, layaknya pornografi, seperti dilansir situs dalje.com, 20 Juni 2007 lalu.
Setelah kejatuhan rezim Taliban, piringan satelit mulai merebak di atap-atap perumahan, restoran, sampai kedai kopi. semua orang ingin mengintip ke dunia yang belum pernah mereka ketahui. Sebanyak 170 program disiarkan dari seluruh dunia, termasuk empat di antaranya menampilkan film porno.

Meski Taliban telah menghilang dari panggung politik, tetapi ketidakhadiran para ekstremis bukan berarti bahwa Kandahar telah meninggalkan hukum syariah mereka yang ketat, yang mengatur interaksi antara jenis kelamin. Alhasil pertemuan pertama dengan dunia luar tidak lain adalah sebuah kejutan budaya bagi penduduk Afghanistan.
Ketika memasuki masa pubertas, hampir semua kaum perempuan mengenakan burqa, yang menutupi tubuh mereka dari kepala hingga ujung kaki. Kebanyakan pria di sana tidak pernah melihat seorang wanita telanjang di luar lingkaran keluarga mereka.

Karena itu, tidak mengherankan bahwa pertemuan pertama dengan saluran satelit yang menawarkan seratus persen film porno menjadi kejutan besar. Laki-laki dari Kandahar, yang telah terputus dari dunia luar selama beberapa dekade, terbiasa dengan konflik dan undang-undang Taliban yang tanpa kompromi.

Mereka belum pernah melihat hal seperti ini, meskipun pada kenyataannya film-film itu adalah film semi porno dari standar Barat, yang biasanya ditayangkan di antara iklan-iklan layanan telepon seks.
"Hal ini tidak baik bagi masyarakat kita," kata seorang pria berusia 26 tahun tidak disebutkan namanya. "Orang-orang seharusnya tidak menonton hal-hal seperti itu, ini tidak benar."

Namun, rasa penasaran ternyata juga membuat anggota Taliban terjebak dengan film-film yang ditawarkan dari satelit. Sekelompok Taliban berjanggut duduk di bar dengan mata mereka terpaku ke layar. Seorang wanita Barat memasuki ruangan dan salah satu dari mereka dengan panik merubahan saluran.

Abdul Wasi, pemilik salah satu dari banyaknya toko peralatan satelit baru, mengatakan bahwa bisnis ini berkembang sangat baik.
"Saya menjual penerima digital dan piringan satelit dengan harga sekitar Rp 4,2 juta dan saya mengimpor peralatan itu dari Pakistan," kata Wasi.
"Saya mulai bisnis ini sebulan yang lalu dan sekarang saya telah menjual hampir empat ratus penerima satelit. Toko saya selalu penuh sesak, semua orang ingin menonton televisi satelit," lanjut dia.
   
Merdeka.com -

No comments:

Post a Comment