YARMUK, KOMPAS.COM —
Lautan wajah kelaparan dan ketakutan terlihat dari barisan antrean
masif yang mengular di daerah yang terkena bom di kem pengungsi Yarmouk
di Syria selatan. Dalam foto itu, yang diambil pada 31 Januari lalu di
kem pengungsi Palestin di Damaskus, para lelaki, wanita, dan anak-anak
berada di jalur antrean untuk mendapat bantuan, yang mencakup makanan
dan ubat-ubatan yang sangat dperlukan. Ada lebih dari 18.,000 orang di
kem pengungsi di Yarmouk itu dan kebanyakan dalam kondisi keletihan
kerana kelaparan.
Kem itu awalnya dibangun pada 1948 untuk para pengungsi Palestin yang mengungsi dari perang Arab-Israel. Sejak awal konflik Syria daerah itu menjadi zona bencana kemanusiaan kerana pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak telah menghalangi usaha untuk memberikan makanan dan perawatan perubatan bagi mereka yang tinggal di sana.
Puluhan orang telah meninggal di kem itu kerana kekurangan gizi. Sejumlah laporan, dari mereka yang terjebak di Yarmouk, mengatakan bahwa mereka kadang-kadang memakan rumput dan kucing demi bertahan hidup. Bantuan dari PBB telah "menetes" perlahan sejak Januari 2014, kadang-kadang hanya 60 paket sehari, dan saat bantuan datang hal itu menimbulkan adegan mengerikan seperti yang Anda lihat pada foto ini.
Kem itu awalnya dibangun pada 1948 untuk para pengungsi Palestin yang mengungsi dari perang Arab-Israel. Sejak awal konflik Syria daerah itu menjadi zona bencana kemanusiaan kerana pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak telah menghalangi usaha untuk memberikan makanan dan perawatan perubatan bagi mereka yang tinggal di sana.
Puluhan orang telah meninggal di kem itu kerana kekurangan gizi. Sejumlah laporan, dari mereka yang terjebak di Yarmouk, mengatakan bahwa mereka kadang-kadang memakan rumput dan kucing demi bertahan hidup. Bantuan dari PBB telah "menetes" perlahan sejak Januari 2014, kadang-kadang hanya 60 paket sehari, dan saat bantuan datang hal itu menimbulkan adegan mengerikan seperti yang Anda lihat pada foto ini.
Editor | : Egidius Patnistik |
Sumber | : The Huffington Post |
No comments:
Post a Comment