TEHERAN, KOMPAS.com
- Seorang wanita Iran yang telah dijatuhkan hukuman mati dengan cara direjam
setelah terbukti melakukan perzinaan pada 2006 akan diampunkan. Demikian
seorang pegawai kehakiman senior Iran menjelaskan, Selasa (18/3/2014).
Hukuman rejam yang dijatuhkan untuk Sakineh Mohammadi-Ashtiani diperkuat sejumlah mahkamah Iran pada 2007 setelah perempuan itu mengajukan beberapa kali rayuan. Namun, pada 2010, Iran menunda hukuman rejam itu menunggu hasil pemeriksaan baru kes yang menjerat Sakineh itu.
Sementara itu, Mohammad Javad Larijani, ketua komite HAM Iran, mengatakan fokus dunia internasional yang hanya melihat kes perzinahan dan hukuman rejam merupakan sebuah propaganda Barat. Padahal, Sakineh dihukum kerana kes pembunuhan yang melibatkannya.
"Hukuman rejam yang selalu dibesar-besarkan dalam kes ini, namun hukuman finalnya adalah hukuman gantung untuk pembunuhan bukan perzinahan," kata Larijani melalui web resmi komite HAM Iran.
"Kami berhasil meyakinkan keluarga mangsa untuk melupakan niat membalas kematian mangsa dan warga yang membayar wang darah korban," ujar Larijani.
Di bawah undang-undang Iran, jika keluarga korban pembunuhan, dalam kes ini anak-anak Sakineh dan keluarga suaminya, memaafkan perempuan itu, maka hukuman mati boleh diubah menjadi hukuman penjara atau bahkan dibebaskan.
Larijani menambahkan Sakineh kini menjalani "bebas bersyarat" kerana dianggap berkelakuan baik selama berada di dalam penjara.
"Sakineh membunuh suaminya dengan bantuan seseorang yang kini sudah dihukum gantung. Namun di dunia luar disebutkan hukuman mati itu dijatuhkan untuk perzinahan," ujar Larijani.
Sementara itu, Menteri Kehakiman Iran, Ayatollah Sadeq Larijani belum lama ini menyerukan agar para hakim negeri itu tidak memberikan vonis yang boleh merosak citra Iran di dunia internasional.
Sejak revolusi 1979, Iran menggunakan Syariah Islam sebagai hukum negara. Menurut Syariah Islam pelaku perzinahan harus dihukum mati dengan cara direjam atau dilempari batu hingga mati
Namun, pada 2013 Teheran mengubah undang-undang yang memungkinkan para hakim menjatuhkan hukuman mati dengan cara lain.
Hukuman rejam yang dijatuhkan untuk Sakineh Mohammadi-Ashtiani diperkuat sejumlah mahkamah Iran pada 2007 setelah perempuan itu mengajukan beberapa kali rayuan. Namun, pada 2010, Iran menunda hukuman rejam itu menunggu hasil pemeriksaan baru kes yang menjerat Sakineh itu.
Sementara itu, Mohammad Javad Larijani, ketua komite HAM Iran, mengatakan fokus dunia internasional yang hanya melihat kes perzinahan dan hukuman rejam merupakan sebuah propaganda Barat. Padahal, Sakineh dihukum kerana kes pembunuhan yang melibatkannya.
"Hukuman rejam yang selalu dibesar-besarkan dalam kes ini, namun hukuman finalnya adalah hukuman gantung untuk pembunuhan bukan perzinahan," kata Larijani melalui web resmi komite HAM Iran.
"Kami berhasil meyakinkan keluarga mangsa untuk melupakan niat membalas kematian mangsa dan warga yang membayar wang darah korban," ujar Larijani.
Di bawah undang-undang Iran, jika keluarga korban pembunuhan, dalam kes ini anak-anak Sakineh dan keluarga suaminya, memaafkan perempuan itu, maka hukuman mati boleh diubah menjadi hukuman penjara atau bahkan dibebaskan.
Larijani menambahkan Sakineh kini menjalani "bebas bersyarat" kerana dianggap berkelakuan baik selama berada di dalam penjara.
"Sakineh membunuh suaminya dengan bantuan seseorang yang kini sudah dihukum gantung. Namun di dunia luar disebutkan hukuman mati itu dijatuhkan untuk perzinahan," ujar Larijani.
Sementara itu, Menteri Kehakiman Iran, Ayatollah Sadeq Larijani belum lama ini menyerukan agar para hakim negeri itu tidak memberikan vonis yang boleh merosak citra Iran di dunia internasional.
Sejak revolusi 1979, Iran menggunakan Syariah Islam sebagai hukum negara. Menurut Syariah Islam pelaku perzinahan harus dihukum mati dengan cara direjam atau dilempari batu hingga mati
Namun, pada 2013 Teheran mengubah undang-undang yang memungkinkan para hakim menjatuhkan hukuman mati dengan cara lain.
Editor | : Ervan Hardoko |
Sumber | : Al Arabiya |
No comments:
Post a Comment