Monday, July 28, 2014

Konflik Bersenjata dan Kisah Anak-anak Gaza yang Dewasa Sebelum Waktunya

28/07/2014  

 
 Bermain dengan tank, bukan dengan mainan. Potret anak Syria dalam empat tahun konlfik.
Seorang kanak-kanak 12 tahun, Syed, bersandar ke sebidang dinding beton dan menatap kosong ke arah permukaan abu-abunya yang kasar.

"Ketika kami duduk bersama di kereta ambulans, saya fikir dia akan hidup sehingga saya boleh merasa sedikit lebih baik," kata Syed seusai menghantar adik laki-lakinya, Mohammad, ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, Mohammad telah tiada. Bom Israel telah meragut nyawanya.

Begitu pula dengan nyawa tiga sepupu Syed yang juga terkena serangan Israel pada 16 Julai ketika mereka sedang bermain dekat pelabuhan Gaza.

Ketika itu, Israel menembak dua kali dalam satu aksi serangan.

Israel mengatakan mereka tidak bermaksud mensasarkan penduduk awam.

Namun, Gaza adalah wilayah permukiman yang dihuni 1.6 juta orang. Serangan-serangan Israel praktis tidak menyisakan tempat berlindung bagi kanak-kanak.

Dari sisi Hamas, mereka membantah menggunakan warga awam sebagai tameng. Tapi, wartawan BBC menyaksikan roket ditembakkan dari dalam bangunan dan lapangan.

Tewas Tiap Jam
Jumlah anak-anak yang meninggal pun semakin bertambah seiring dengan tidak menentunya solusi perdamaian.

|Minggu lalu di Gaza, Pertubuhan Bangsa-Bangsa mencatat bahawa satu orang meninggal tiap jam.

Sementara itu, sebelum Gaza menjadi berita di halaman-halaman utama berbagai media massa, nasib anak-anak Syria  menjadi perhatian.

Bermain dengan tank, bukan dengan mainan. Potret anak Syria dalam empat tahun konlfik.

Dalam perang yang kini memasuki tahun keempat, jutaan anak-anak menjadi korban.

Mereka hidup dengan kelaparan dan ketakutan. Ramai di antara mereka terpaksa bermukim di wilayah yang terkepung tanpa pasukan makanan, minuman, dan ubat-ubatan.

Bukan Anak-anak
Setiap berkunjung ke Syria, saya mulai menyedari bahawa anak bukanlah hanya sekadar anak-anak--yang menangis atau tersenyum.

Mereka berada di garis depan, dan mampu bercerita tentang kompleksiti konflik yang mereka alami.

Selama enam bulan, saya dan Robin Barnwell mengikuti enam anak Syria. Kisah-kisah mereka menjadi satu gambaran peta politik dan sosial yang tengah dihadapi negara ini sekaligus memberikan gambaran masa depan yang menyedihkan.

"Penampilan saya memang anak-anak," kata Ezadine, 9. "Tetapi untuk hal moral dan kemanusiaan, saya bukan (anak-anak). Di masa lalu, 12 tahun dianggap muda, tapi tidak sekarang. Sekarang, 12 tahun, Anda harus pergi jihad."

Seorang anak lain, bernama Jalal, mengatakan: "Krisis telah mengubah kami. Kini anak-anak mengerti politik dan berbicara tentang politik. Kami telah berkorban untuk negara kami."

"Saya sangat membenci masa depan," kata Daad, 11. "Kami mungkin hidup, atau kami juga mungkin mati."bbc - detikNews

(bbc/try)

No comments:

Post a Comment