24 Oktober 2014
Pesakit penerima cangkok jantung yang sudah tidak berdetak Michelle Gribilas (kiri) dan Jan Damen.
Para doktor di Rumah Sakit St Vincent, Sydney, berhasil mencangkokkan sebuah jantung yang sudah berhenti berdetak selama 20 minit.
Jantung itu dihidupkan kembali dengan sebuah alat pacu dan kemudian disuntik dengan cairan yang dikembangkan para peneliti di rumah sakit tersebut dan Pusat Penelitian Jantung Victor Chang selama 12 tahun.
Kepada stesyen televisyen ABC dalam acara The World Today, Professor Graham mengatakan, dalam banyak kes, jantung yang disumbangkan biasanya berasal dari mereka yang otaknya sudah tidak berfungsi, tetapi jantung masih berfungsi menggunakan ventilator. Ertinya jantung itu masih berdetak ketika dicangkokkan.
Dengan adanya teknik ini, lebih banyak jantung lagi yang boleh digunakan untuk operasi pencangkokan. Profesor Graham mengatakan, korban yang sudah kehilangan fungsi otak antara 90-95 peratus pada umumnya akan mengalami gagal jantung, ginjal, dan hati yang boleh berlangsung dalam bilangan jam sampai hari.
"Yang terjadi adalah bila ada seorang pesakit yang otaknya sudah hampir tidak berfungsi, tinggal sedikit saja, sehingga mereka tidak boleh dikatakan mati," kata Graham.
"Bila keluarganya setuju agar mesin pembantu dimatikan, kemudian jantungnya secara perlahan akan berhenti dalam waktu 15 minit. Secara hukum, kita harus menunggu lagi lima minit untuk memastikan jantungnya benar-benar berhenti," tambah dia.
"Setelah itu, kita boleh mengambil jantungnya dan menaruhnya di dalam konsol yang boleh dihubungkan dengan aliran darah ke jantung yang menyalurkan oksigen," paparnya.
"Secara perlahan, jantungnya akan berdetak lagi. Kami boleh juga memberikan cairan yang boleh mencegah kerosakan jantung kerana tidak adanya oksigen," kata Graham.
Profesor Graham mengatakan, cairan boleh mengurangi kerosakan pada jantung, membuatnya lebih tahan untuk dicangkokkan dan meningkatkan fungsi jantung ketika dihidupkan kembali.
"Jadi, dua hal ini (konsol dan cairan) merupakan kombinasi yang sangat bagus, memungkinkan pencangkokan jantung yang sudah berhenti berdetak. Sebelumnya, hal ini tidak pernah terjadi." papar Graham lagi.
Profesor Graham mengatakan, pencangkokan pertama dilakukan terhadap seorang pasien wanita asal Sydney berusia 57 tahun, Michelle Gribilas, yang dilakukan tiga bulan lalu.
"Jantung pertama yang kami gunakan pada awalnya kelihatan sangat buruk, tidak berdetak sama sekali," Graham menjelaskan.
"Pada saat jantung itu sampai di Rumah Sakit St Vincent dari tempat asal pasien donor, jantungnya terlihat lebih bagus. Ketika sudah berhasil dicangkokkan, jantung terlihat lebih bagus lagi," ujar dia.
"Beberapa hari setelah operasi, kami melakukan pengecekan dan semua fungsi jantung normal. Tidak ada bukti adanya kerusakan jaringan," lanjut dia.
Kemudian, mereka melakukan pencangkokan kedua terhadap Jan Damen, seorang pria berusia 44 tahun.
Profesor Graham mengatakan, teknik ini membuka opsi bagi pencangkokan jantung di banyak negara di mana definisi seseorang dinyatakan meninggal adalah kematian otak, bukan kematian jantung.
"Di negara-negara ini, mereka tidak bisa melakukan pencangkokan jantung. Sekarang membuka kesempatan di Jepang, Vietnam, atau di tempat lain di mana definisi mati adalah matinya jantungnya, bukan matinya otak," kata Profesor Graham.
Editor | : Ervan Hardoko |
Sumber | : ABC Australia |
No comments:
Post a Comment