Khamis, 22 Januari 2015
Sekelompok tentera Perancis sedang mempersiapkan diri di pangkalan tentera Satory, dekat Paris, sebagai sebahagian dari penambahan keselamatan
setelah serangan ke majalah Charlie Hebdo.
PARIS, KOMPAS.com — Di antara ratusan warga Perancis
yang bergabung dengan ISIS terdapat
sedikitnya 10 mantan personel tentera negeri itu. Demikian dikatakan
sejumlah sumber di Kementerian Pertahanan Perancis, Rabu (21/1/2015).
"Kami perkirakan sekitar 12 mantan tentera kita telah bergabung dengan sejumlah kelompok militan," ujar sumber itu seperti dikutip kantor berita AFP.
"Yang lebih kami prihatinkan, fenomena radikalisasi sudah masuk ke dalam angkatan bersenjata," tambah sumber itu.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Perancis Jean-Yves Le Drian menolak untuk memberi komen khabar tersebut.
"Kes mantan tentera terpengaruh ideologi ekstrem sangat jarang terjadi," kata Le Drian dalam sebuah sidang media tentang usaha mencegah terorisme pasca-serangan Paris.
Kementerian Pertahanan memastikan unit intelijen militer yang saat ini diperkuat 1,000 personel akan mendapat tambahan 65 personel untuk memeriksa para rekrutan baru tentera.
Bekas pasukan elite
Sementara itu, harian The Telegraph melaporkan, hal yang paling membimbangkan adalah eks militerbekas tentera elite Perancis, Resimen Infantri Parasut Marinir.
Resimen ini dianggap sebagai salah satu kesatuan pasukan khusus paling berpengalaman di Eropah. Identiti para bekas anggota tentera Perancis yang bergabung dengan ISIS tidak disebutkan. Namun, mereka diyakini memiliki akar Afrika Utara.
Harian L'Opinion mengatakan, para anggota rejimen elite itu memperoleh pelatihan kemampuan bertempur, menembak, dan teknik bertahan hidup. Mereka terikat kewajiban bergabung dengan rejimen elite itu selama lima tahun sebelum diizinkan mundur dari pasukan tentera.
Bekas anggota tentera lain yang membelot dikhabarkan syria. Radio France International (RFI) melaporkan, semua anggota kelompok ini sudah menerima latihan tempur terbaik.
Sementara itu, beberapa bekas anggota tentera Perancis lain, masih menurut RFI, diperkirakan adalah para ahli bahan peledak, dan mereka berusia pertengahan 20 tahun.
"Kami perkirakan sekitar 12 mantan tentera kita telah bergabung dengan sejumlah kelompok militan," ujar sumber itu seperti dikutip kantor berita AFP.
"Yang lebih kami prihatinkan, fenomena radikalisasi sudah masuk ke dalam angkatan bersenjata," tambah sumber itu.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Perancis Jean-Yves Le Drian menolak untuk memberi komen khabar tersebut.
"Kes mantan tentera terpengaruh ideologi ekstrem sangat jarang terjadi," kata Le Drian dalam sebuah sidang media tentang usaha mencegah terorisme pasca-serangan Paris.
Kementerian Pertahanan memastikan unit intelijen militer yang saat ini diperkuat 1,000 personel akan mendapat tambahan 65 personel untuk memeriksa para rekrutan baru tentera.
Bekas pasukan elite
Sementara itu, harian The Telegraph melaporkan, hal yang paling membimbangkan adalah eks militerbekas tentera elite Perancis, Resimen Infantri Parasut Marinir.
Resimen ini dianggap sebagai salah satu kesatuan pasukan khusus paling berpengalaman di Eropah. Identiti para bekas anggota tentera Perancis yang bergabung dengan ISIS tidak disebutkan. Namun, mereka diyakini memiliki akar Afrika Utara.
Harian L'Opinion mengatakan, para anggota rejimen elite itu memperoleh pelatihan kemampuan bertempur, menembak, dan teknik bertahan hidup. Mereka terikat kewajiban bergabung dengan rejimen elite itu selama lima tahun sebelum diizinkan mundur dari pasukan tentera.
Bekas anggota tentera lain yang membelot dikhabarkan syria. Radio France International (RFI) melaporkan, semua anggota kelompok ini sudah menerima latihan tempur terbaik.
Sementara itu, beberapa bekas anggota tentera Perancis lain, masih menurut RFI, diperkirakan adalah para ahli bahan peledak, dan mereka berusia pertengahan 20 tahun.
Editor | : Ervan Hardoko |
Sumber | : Al Arabiya |
No comments:
Post a Comment