anita keturunan Indonesia diusir suami, mengembara di gunung Chech
Kisah
hidup Devi Asmadiredja bikin trenyuh sekaligus luar biasa. Dia adalah
wanita warga negara Jerman, keturunan Indonesia yang kini menggelandang
di pergunungan.
Sampai 2011, hidupnya baik-baik saja. Punya tiga
anak, suami yang mencukupi semua keperluan, dan kehidupan selesa di
wilayah timur Jerman. Mendadak, sang suami mengaku tidak mencintai Devi
lagi.
Alasannya mengada-ada, Devi tidak boleh berbahasa Cechnya, bahasa tutur orang tua si suami. Wanita 45 tahun itu lantas dikirim ke pergunungan wilayah Pankisi, Georgia, perbatasan Rusia. Jaraknya 3,000 kilometer dari Jerman, seperti dilansir Breitbat.com, Rabu (28/1).
Tidak mau rumah tangganya hancur, dan terutama enggan dipisahkan dari putera-puterinya, Devi menuruti kemauan sang suami. Suri rumah ini hanya dibekali tiket pergi dan wang secukupnya untuk membeli makanan selama 'belajar' bahasa.
Dia rela menempuh perjalanan jauh dan mengasingkan diri di pergunungan demi belajar bahasa Chechnya langsung dari para penuturnya di Pankisi. Tanpa ada kenalan orang lokal, dia nekat naik bas dari Ibu Kota Tiblisi ke wilayah selatan, kerana di sanalah lokasi mayoriti etnik Chechnya.
"Berat meninggalkan anak-anak, saya tidak pernah melewatkan malam tanpa mereka. Tapi saya ingin menguasai bahasa Chechnya sehingga suami boleh menerima saya kembali," kata Devi.
Kehidupan di pergunungan yang penduduknya mayoriti muslim itu berat bagi Devi. Warga Chechnya setempat mengira dia mata-mata Rusia. Cukup banyak milisi pemberontak berasal dari daerah tersebut. Bahkan Petinggi ISIS bernama Abu Umar al-Shishani konon besar di Pankisi.
Tapi Devi tidak menyerah. Dia berhasil.
Sumber: Merdeka.com
Alasannya mengada-ada, Devi tidak boleh berbahasa Cechnya, bahasa tutur orang tua si suami. Wanita 45 tahun itu lantas dikirim ke pergunungan wilayah Pankisi, Georgia, perbatasan Rusia. Jaraknya 3,000 kilometer dari Jerman, seperti dilansir Breitbat.com, Rabu (28/1).
Tidak mau rumah tangganya hancur, dan terutama enggan dipisahkan dari putera-puterinya, Devi menuruti kemauan sang suami. Suri rumah ini hanya dibekali tiket pergi dan wang secukupnya untuk membeli makanan selama 'belajar' bahasa.
Dia rela menempuh perjalanan jauh dan mengasingkan diri di pergunungan demi belajar bahasa Chechnya langsung dari para penuturnya di Pankisi. Tanpa ada kenalan orang lokal, dia nekat naik bas dari Ibu Kota Tiblisi ke wilayah selatan, kerana di sanalah lokasi mayoriti etnik Chechnya.
"Berat meninggalkan anak-anak, saya tidak pernah melewatkan malam tanpa mereka. Tapi saya ingin menguasai bahasa Chechnya sehingga suami boleh menerima saya kembali," kata Devi.
Kehidupan di pergunungan yang penduduknya mayoriti muslim itu berat bagi Devi. Warga Chechnya setempat mengira dia mata-mata Rusia. Cukup banyak milisi pemberontak berasal dari daerah tersebut. Bahkan Petinggi ISIS bernama Abu Umar al-Shishani konon besar di Pankisi.
Tapi Devi tidak menyerah. Dia berhasil.
Sumber: Merdeka.com
No comments:
Post a Comment