Wednesday, March 4, 2015

Seorang Ibu Melahirkan Cucunya Sendiri

Rabu, 4 Mac 2015 
 
SHUTTERSTOCK Ilustrasi

  Seorang ibu di Britain telah membantu puteranya menjadi seorang ayah dengan menjadi surrogate mother atau ibu tumpang (perempuan yang melahirkan anak hasil inseminasi buatan atau implantasi telur yang sudah dibuahi dan telah setuju untuk menyerahkan hak sebagai orangtua kepada pihak ketiga).

Dalam satu prosedur yang diyakini sebagai yang pertama di dunia, sebuah klinik kesuburan di negara itu mengatur kehamilan wanita tersebut dengan menggunakan telur derma dan sperma puteranya sendiri.

Dia menawarkan untuk mengandung dan melahirkan bayi itu, dengan persetujuan suaminya, setelah rencana putera mereka untuk memiliki anak melalui  prosedur IVF dengan wanita lain yang masih kerabat gagal.

Pengaturan kehamilan yang tidak biasa itu muncul ke permukaan ketika seorang hakim Mahkamah Tinggi memutuskan bahawa putera wanita itu kini dapat mengadopsi bayi laki-laki tersebut dan menjadi ayahnya yang sah Walau di depan undang-undang , lelaki itu juga merupakan saudara dari bayi tersebut.

Namun, langkah itu mendapat kecaman para kritikus, yang menggambarkan prosedur tersebut "meragukan" dan menyerukan reformasi undang-undang  yang mendesak demi mencegah penyalahgunaan undang-undang tentang kesuburan.

Hakim Justice Theis, yang tidak mengidentifikasi keluarga, klinik, atau otoriti tempatan di daerah di mana keluarga itu tinggal, mengatakan, pengaturan kehamilan itu walau sangat tidak biasa tetapi sepenuhnya sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sang ayah, yang berusia pertengahan 20-an dan tinggal sendiri, beberapa kali ingin menjadi orangtua, tetapi menunggu sampai dia punya pekerjaan yang mapan dan rumah sehingga boleh memberikan  rawatan yang layak kepada anak.

Hakim itu mengatakan, lelaki tersebut membahas masalah tersebut secara terbuka dengan keluarga dan teman-teman dekat. Dia lalu mengatur dengan seorang keluarga untuk bertindak sebagai ibu pengganti. Namun, usaha dengan wanita  itu gagal kerana sebuah kondisi perubatan.

Pada tahap itu, kata Justice Theis, ibu lelaki tu berbincang dengan suaminya tentang kemungkinan untuk membantu. Keluarga itu menghadiri serangkaian sesi konseling dan diskusi dengan pihak klinik, yang mendapat lisens dari Human Fertilisation and Embryology Authority (HFEA) sebagai regulator.

Rancangan mereka, yang digambarkan pengarah pusat perubatan sebagai unik, kemudian dikatakan dapat dilanjutkan setelah "pertimbangan yang hati-hati".

Bayi itu, kini berusia tujuh bulan, lahir dengan masa kehamilan normal dan sekarang tinggal bersama ayahnya. Namun, hakim itu memperingatkan orang-orang lain untuk tidak memulai penawaran surrogacy tanpa "nasihat perundangan yang komprehensif" kerana prosesnya secara hukum rumit.

Justice Theis mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Fertilisasi Manusia dan Embriologi Britain tahun 2008, yang mengatur tentang pengaturan ibu pengganti, wanita yang mengandung dan melahirkan anak itu adalah ibu sah. Suaminya adalah ayah sah kerana dia menyetujui kehamilan tersebut.

Aturan menetapkan bahawa ibu pengganti harus menyerahkan anak itu kepada kedua orangtua, biasanya pasangan "dalam hubungan sehidup semati". Berdasarkan undang-undang tersebut, adalah sebuah kejahatan ketika menyerahkan bayi itu hanya ke ayah biologis.

Namun, hakim tersebut berpendapat, adopsi itu tidak akan melanggar hukum kerana bayi tersebut dan ayahnya secara hukum sudah terkait sebagai saudara. Para pekerja sosial yang mendukung adopsi itu mengatakan, hal tersebut akan "memperkuat ikatan" sang ayah dan anak yang sudah ada.

Justice Theis mengatakan, kedekatan keluarga itu merupakan "hal penting" dari kes tersebut. "Kekuatan hubungan keluarga itu, dan dukungan yang mereka berikan sekarang dan di masa depan, akan memastikan keperluan seumur hidup anak itu akan terpenuhi," tambahnya.

Namun, sejumlah pengamat mengatakan, hukum seharusnya tidak mengizinkan pengaturan kehamilan tersebut. Penulis dan penyiar tentang masalah keluarga Jill Kirby mengatakan, "Etika dalam kes ini sangat meragukan. Jika HFEA menganggap itu menjadi prosedur legal, ada keperluan mendesak untuk meninjau lagi undang-undang."

Patricia Morgan, seorang peneliti terkemuka tentang kebijakan keluarga, mengatakan, "Anak itu  akan memiliki begitu banyak kebingungan terkait latar belakangnya."
Editor : Egidius Patnistik
Sumber: Daily Mail 
KOMPAS.com

No comments:

Post a Comment