AP
ilustrasi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Samuel Febriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Korban selamat dari pembantaian pasukan keamanan Pemerintah Suriah di kawasan Houla, Suriah, minggu lalu, mengaku harus berpura-pura mati, atau bersembunyi agar luput dari maut.
Mereka mengatakan, ketika mereka tengah berada di dalam rumah, tiba-tiba sekelompok orang yang merupakan milisi shabiha yang dibentuk Pemerintah Suriah, serta pasukan keselamatan, masuk ke dalam dengan paksa dan melepaskan tembakan tanpa belas kasihan dan tanpa usul periksa.
"Kami berada di dalam rumah, mereka masuk, shabiha dan pasukan keamanan, mereka masuk dengan senjata Kalashnikov dan senapang mesin,'' kata Rasha Abdul Razaq, seorang yang selamat dari serangan, seperti dikutip dari BBC, Selasa (29/5/2012).
Para penyerang membawa ia dan anggota keluarganya yang lain ke sebuah ruangan, dan diperlakukan seperti binatang. Ia sempat melihat ayahnya dipukuli dan ditembak di depan matanya.
"Mereka membawa kami ke sebuah ruangan dan memukul ayah saya di kepala dengan senjata dan menembaknya tepat di dagu," katanya.
Dari 20 anggota keluarga dan temannya yang ketika itu berada di dalam rumah, ia mengungkapkan hanya empat orang yang selamat dari pembantaian.
Seorang warga lainnya, yang enggan disebutkan namanya mengatakan, ia bersembunyi di loteng saat lelaki bersenjata menarik anggota keluarganya dan menembaki mereka.
"Saya buka pintu, dan banyak melihat jenazah, saya tidak boleh mengenali anak-anak saudara lelaki saya. Tidak boleh digambarkan. Saya punya tiga anak, saya kehilangan tiga anak,'' katanya.
Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), menyebut sebanyak 108 orang, kebanyakan anak-anak, mati dalam serangan itu. Mereka dihabisi menggunakan senjata api maupun senjata tajam.
Pengamat PBB yang mengunjungi desa Taldou tempat dimana pembantaian berlangsung mengatakan mereka menemukan bukti serangan dari pasukan pemerintah.
Walau demikian, Pemerintahan Presiden Suriah, Bahsar al Assad, membantah serangan itu dilancarkan oleh pihaknya. Mereka menyalahkan teroris bersenjata dalam serangan tersebut.
Utusan khusus PBB dan Liga Arab Kofi Annan telah tiba di Damaskus untuk membicarakan rencana perdamaian dengan Assad, pada hari ini.
Menurutnya, dunia menghadapi waktu-waktu yang kritis dalam upaya membantu menyelesaikan konflik di Suriah. Ia mengatkaan akan mendorong Bashar untuk mengambil langkah nyata untuk membuktikan bahwa dia serius untuk berdamai.
Dalam rencana perdamaian Annan, kedua belah pihak sebenarnya bersepakat untuk menghentikan pertempuran pada tanggal 12 April lalu menjelang pengerahan pengawas dan pemerintah harus menarik tank dan pasukan dari kawasan sipil.
Tetapi kekerasan masih berlanjut, dan Senin kemarin pemerhati HAM melaporkan pertempuran dan kematian berlangsung setidaknya di tujuh kawasan berbeda.
Setidaknya 10.000 orang tewas sejak aksi menolak rezim Assad pecah Maret 2011. (bbc)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Korban selamat dari pembantaian pasukan keamanan Pemerintah Suriah di kawasan Houla, Suriah, minggu lalu, mengaku harus berpura-pura mati, atau bersembunyi agar luput dari maut.
Mereka mengatakan, ketika mereka tengah berada di dalam rumah, tiba-tiba sekelompok orang yang merupakan milisi shabiha yang dibentuk Pemerintah Suriah, serta pasukan keselamatan, masuk ke dalam dengan paksa dan melepaskan tembakan tanpa belas kasihan dan tanpa usul periksa.
"Kami berada di dalam rumah, mereka masuk, shabiha dan pasukan keamanan, mereka masuk dengan senjata Kalashnikov dan senapang mesin,'' kata Rasha Abdul Razaq, seorang yang selamat dari serangan, seperti dikutip dari BBC, Selasa (29/5/2012).
Para penyerang membawa ia dan anggota keluarganya yang lain ke sebuah ruangan, dan diperlakukan seperti binatang. Ia sempat melihat ayahnya dipukuli dan ditembak di depan matanya.
"Mereka membawa kami ke sebuah ruangan dan memukul ayah saya di kepala dengan senjata dan menembaknya tepat di dagu," katanya.
Dari 20 anggota keluarga dan temannya yang ketika itu berada di dalam rumah, ia mengungkapkan hanya empat orang yang selamat dari pembantaian.
Seorang warga lainnya, yang enggan disebutkan namanya mengatakan, ia bersembunyi di loteng saat lelaki bersenjata menarik anggota keluarganya dan menembaki mereka.
"Saya buka pintu, dan banyak melihat jenazah, saya tidak boleh mengenali anak-anak saudara lelaki saya. Tidak boleh digambarkan. Saya punya tiga anak, saya kehilangan tiga anak,'' katanya.
Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), menyebut sebanyak 108 orang, kebanyakan anak-anak, mati dalam serangan itu. Mereka dihabisi menggunakan senjata api maupun senjata tajam.
Pengamat PBB yang mengunjungi desa Taldou tempat dimana pembantaian berlangsung mengatakan mereka menemukan bukti serangan dari pasukan pemerintah.
Walau demikian, Pemerintahan Presiden Suriah, Bahsar al Assad, membantah serangan itu dilancarkan oleh pihaknya. Mereka menyalahkan teroris bersenjata dalam serangan tersebut.
Utusan khusus PBB dan Liga Arab Kofi Annan telah tiba di Damaskus untuk membicarakan rencana perdamaian dengan Assad, pada hari ini.
Menurutnya, dunia menghadapi waktu-waktu yang kritis dalam upaya membantu menyelesaikan konflik di Suriah. Ia mengatkaan akan mendorong Bashar untuk mengambil langkah nyata untuk membuktikan bahwa dia serius untuk berdamai.
Dalam rencana perdamaian Annan, kedua belah pihak sebenarnya bersepakat untuk menghentikan pertempuran pada tanggal 12 April lalu menjelang pengerahan pengawas dan pemerintah harus menarik tank dan pasukan dari kawasan sipil.
Tetapi kekerasan masih berlanjut, dan Senin kemarin pemerhati HAM melaporkan pertempuran dan kematian berlangsung setidaknya di tujuh kawasan berbeda.
Setidaknya 10.000 orang tewas sejak aksi menolak rezim Assad pecah Maret 2011. (bbc)
No comments:
Post a Comment