- Kamis, 6 Jun 2013
ISTANBUL, KOMPAS.com — Wanita ini telah menjadi simbol dari aksi protes yang diwarnai aksi kekerasan di Turki. Di media sosial, dia dikenal dengan sebutan "The Woman in Red."
Dengan
mengenakan gaun musim panas merah dan kalung, wanita itu berjalan di
antara para demonstran di Istanbul Taksim Square ketika petugas
keselamatan meluncur ke arahnya lalu menyembur cairan merica. Kuatnya
semburan terlihat dari rambutnya yang sampai tertiup jauh ke atas.
Tak
ada yang boleh dilakukan perempuan itu, kecuali berpaling dari semburan
tersebut. Sementara si petugas yang mengenakan masker menerjang
mendekatinya dan menyemburkan lebih banyak cairan merica ke arah leher
perempuan ini.
Foto
insiden ini tersebar luas di berbagai media sosial, hari-hari terakhir. Wanita dalam gaun merah menjadi "ikon" dalam pemberitaan
internasional yang meliput perlawanan terhadap pemerintahan Perdana
Menteri Tayyip Erdogan.
"Foto itu merangkum esensi dari protes ini," kata seorang mahasiswa matematik bernama Esra Reuters. "Kekerasan polis terhadap himpunan aman, orang hanya berusaha untuk melindungi diri dan nilai hidup mereka." Gambar itu juga telah menginspirasi pembuat kartun dan grafiti di Turki dan di seluruh dunia.
Tetapi, justru perempuan berbaju merah jengah dengan ketenaran barunya. Kepada CNN,
Rabu (5/6/2013), dia menyatakan tak pernah menginginkan hal ini. Apa
yang terjadi di Turki, tegas dia, adalah "pemberontakan rakyat".
Perempuan tersebut adalah Ceyda Sungur. Kepada Turki TV 24, dia mengatakan tidak nyaman dengan ketenaran akibat gambar itu. Dia pun menyatakan tak ingin menjadi ikon gerakan. "Ada banyak orang yang berada di taman dan mereka juga terkena gas pemedih mata," katanya. "Tidak ada perbedaan antara mereka dan saya."
Tetapi, Ceyda menambahkan, dia tak terkejut dengan kekerasan yang merupakan evolusi dari aksi damai beberapa hari lalu. Kerusuhan di Istanbul bermula dari aksi duduk warga sebagai bentuk protes atas rencana pemerintah menghancurkan sebuah taman di pusat kota Istanbul, ruang hijau terakhir di pusat kota itu.
Tetapi, Ceyda menambahkan, dia tak terkejut dengan kekerasan yang merupakan evolusi dari aksi damai beberapa hari lalu. Kerusuhan di Istanbul bermula dari aksi duduk warga sebagai bentuk protes atas rencana pemerintah menghancurkan sebuah taman di pusat kota Istanbul, ruang hijau terakhir di pusat kota itu.
Dalam aksi damai tersebut, beberapa kerumunan meneriakkan slogan-slogan semacam "Tayyip mengundurkan diri!" atau "Bahu
melawan fasisme!". Polisi huru-hara yang diturunkan menembakkan gas air
mata dan semprotan merica untuk menghalau para demonstran.
Sebagai
perlawanan, para demonstran pun balik melemparkan botol, menghalangi
buldoser yang akan menghancurkan taman, dan membangun barikade.
Bentrokan penuh antara demonstran dan polis pun tak terelakkan.
Erdogan,
Sabtu (1/6/2013), mengakui bahawa pasukan keselamatan Turki telah
menggunakan gas pemedih mata berlebihan terhadap demonstran. Sementara
seorang pegawai, Selasa (4/6/2013), meminta maaf atas "agresif polis " dan tudingan bahawa serikat buruh ada di balik demonstrasi.
Dalam menghadapi tunjuk perasaan di sekitar Kizilay Square di pusat kota Ankara, polis membawa kenderaan tank dengan meriam air di atasnya sebagai unjuk kekuatan Selasa malam. Namun, demonstrasi pada Rabu (5/6/2013) relatif tenang
Dalam menghadapi tunjuk perasaan di sekitar Kizilay Square di pusat kota Ankara, polis membawa kenderaan tank dengan meriam air di atasnya sebagai unjuk kekuatan Selasa malam. Namun, demonstrasi pada Rabu (5/6/2013) relatif tenang
No comments:
Post a Comment