Wednesday, October 15, 2014

Israel mengamuk Parlimen Britain akui Palestin merdeka

15/10/14
Israel ngamuk Parlemen Inggris akui Palestina merdeka
Sejumlah remaja mengibarkan bendera Palestin  di Ramallah. ©2012 Merdeka.com/Faisal Assegaf

Kementerian Luar Negeri Israel mengecam langkah Parlimen Britain yang dua hari lalu sepakat mengakui Palestin  sebagai negara merdeka. Langkah politik itu, walau belum diikuti oleh pemerintah Inggeris, dianggap memberi angin pada Fatah dan Hamas melanggar perjanjian damai.

  "Pengakuan internasional yang prematur seperti ini dapat mengirim pesan keliru pada Otoriti Palestin, sehingga mereka boleh mengelak dari perjanjian damai yang sudah disepakati dengan Israel," kata Kementerian Luar Negeri Israel dalam keterangan tertulis, seperti dilansir Times of Israel, Rabu (15/10).

Negera Zionis itu kebakaran janggut sebab Britain adalah negara awal penyokong berdirinya Israel selepas Perang Dunia ke-2. Bahkan, survei Gallup pada 2011 menunjukkan penduduk Britania Raya salah satu sahabat utama Israel.

Kepada Majalah Time, Jurucakap Kementerian Luar Negeri Israel Paul Hirchson menilai, Parlimen Britain melakukan blunder. Bukannya mendorong perdamaian, pengakuan itu memberi amunisi Fatah dan Hamas bersikap seenaknya kerana merasa merdeka.

"Kami yakin Otoriti Palestin  tidak akan mengusahakan perdamaian seperti dikira banyak pihak," tudingnya.
Warga Israel bermukim di Britain sudah berunjuk perasaan sejak akhir minggu ini, ketika mendengar majelis rendah (house of commons) akan menentukan sikap terhadap status kedaulatan Palestin . Mereka membawa poster, di antaranya bertuliskan "Warga Yahudi tidak pernah mengirim bom bunuh diri ke daratan Inggeris, kami tidak pernah membunuh tentera Inggeris."
sumber Merdeka.com

Sikap Parlemen Inggris adalah pukulan politik kedua bagi Israel dalam seminggu terakhir. Sebelumnya Swedia juga mengakui kemerdekaan Palestina.
Perdana Menteri Swedia Stefan Lovren mengatakan konflik Israel-Palestina bisa diselesaikan dengan perundingan hukum internasional. "Dua negara ini butuh pengakuan setara dan hidup damai. Jika ini bisa dilaksanakan kami akan mengakui kedaulatan Palestina," ujar Lovren akhir pekan lalu.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dinilai akan menghadapi serangan dari lawan-lawan politiknya di parlemen (knesset), lantaran dianggap lalai menjaga dukungan internasional.
Menggenapi kegalauan bosnya, Menteri Luar Negeri Israel Avigdor Liberman akhir pekan lalu menyerang sikap Swedia. Dia mengatakan Lovren adalah orang luar yang ikut campur atas konflik Israel-Palestina.

Pemerintah Zionis mengklaim, walaupun ada penjajahan di Gaza dan Tepi Barat, tapi pihaknya merancang solusi dua negara bertahap. "Aksi-aksi politik dari luar tidak bisa menggantikan negosiasi antara kami dengan dunia Arab," kata Liberman.

Mantan pejabat Kemlu Israel Alon Liel yang jadi salah satu perancang solusi kemerdekaan Palestina, menilai sikap kepala batu Netanyahu jadi bumerang. Ketika dia mengatakan membuka ruang buat solusi dua negara pada 2009, tidak ada langkah nyata dilakukan sampai sekarang. Ratusan hektar wilayah Tepi Barat terus dicaplok buat perumahan warga Yahudi.

Bahkan, tahun ini militer Zionis kembali menggelar agresi ke Gaza, dan merenggut ribuan jiwa warga Palestina. Agresi tersebut mendorong antipati warga Uni Eropa yang selama ini bersikap cuek atas konflik di seputar Kota Suci Yerusalem itu. "Wajar bila keputusan politik Swedia dan Inggris itu menjadi semacam penawar atas kekacauan yang dibuat pemerintah Israel sendiri," kata Liel.

Awal pekan ini, 274 anggota house of commons Inggris mengakui kedaulatan Palestina. Cuma 12 legislator menolak. Voting itu didorong terutama oleh Partai Buruh.

Politikus Partai Buruh Grahame Morris Morris mengakui, ada sebagian politikus tak suka pada kekuasaan Hamas di Gaza, sehingga pengakuan kedaulatan jadi molor.
"Tapi kita harus lihat keadaan sekarang. Gaza sudah jauh lebih nestapa akibat konflik. Dan kita menyaksikan sendiri penyerobotan lahan di Tepi Barat oleh Israel sekarang paling parah dalam 30 tahun terakhir," ujarnya.

Warga Palestina di Inggris menyambut gembira sikap parlemen rendah. Ini dinilai pencucian dosa buat Inggris yang pada 1917 ikut meneken dasar pembentukan Negara Israel.
"Kami menganggap pengakuan kemerdekaan ini upaya awal mengoreksi dosa Inggris yang terlibat Perjanjian Balfour," kata ilmuwan Palestina mengajar di Inggris, Kamel Hawwash.


No comments:

Post a Comment