Britanny Maynard (29) memilih mengakhiri hidupnya sendiri setelah disahkan menderita tumor otak ganas.
PORTLAND, Seorang wanita AS yang
menderita kanser otak Britanny Maynard (29) telah mengakhiri hidupnya di
kediamannya di Portland, Oregon, didampingi seluruh keluarga yang
dicintainya, Sabtu (2/11/2014) waktu setempat.
Minggu lalu, Britanny yang baru saja berkahwin mengunjungi Grand Canyon, yang menjadi hal terakhir dalam daftar keinginannya setelah pada April lalu doktor mengatakan bahawa wanita itu hanya memiliki waktu enam bulan untuk hidup.
Britanny didiagnosis menderita tumor otak yang sangat ganas dan menjadi buah bibir setelah mengumumkan dia akan mengakhiri hidupnya di bawah Undang-Undang Meninggal dengan Kehormatan di Oregon sebelum didahului tumor.
"Selamat tinggal untuk semua teman dan keluarga yang saya cintai. Hari ini (Sabtu) adalah hari yang saya pilih untuk meninggalkan dunia ini dengan penuh kebanggaan di hadapan penyakit saya yang mematikan," demikian Britanny lewat akun Facebook-nya.
"Dunia adalah tempat yang indah, perjalanan adalah guru terhebat saya, teman-teman dekat dan keluarga adalah hadiah terbesar saya. Saya bahkan dikelilingi mereka yang mendukung di sekitar ranjang saya. Selamat tinggal dunia. Sebarkan energi baik," tambah Britanny.
The Compassion & Choices, sebuah organisasi yang mendukung Britanny untuk mengakhiri hidupnya, merilis sebuah pernyataan yang mengonfirmasi kematian perempuan berusia 29 tahun itu.
"Britanny Lauren Maynard lahir pada 1984 dan memenuhi hidupnya yang singkat tetapi penuh makna dengan kebaikan, cinta, pendidikan, perjalanan, dan humor," demikian isi pernyataan tersebut.
Pernyataan itu kemudian menyebut deretan keluarga yang mendukung keputusan Britanny untuk mengakhiri hidupnya. Mereka yang disebut dalam pernyataan itu termasuk sang suami Daniel Diaz, ibundanya Deborah Ziegler, dan sang ayah tiri Gary Holmes.
Britanny sebelumnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya pada 1 November 2014. Namun, kemudian mengubah pikirannya setelah merasa masih cukup sehat untuk melanjutkan hidup.
Kesehatannya terus menurun dalam beberapa pekan terakhir, termasuk gejala mirip stroke yang dirasakannya. Bahkan Britanny sempat tak bisa bicara akibat seluruh tubuhnya kehilangan kekuatan.
Setelah didiagnosis menderita tumor otak ganas, Britanny dan suaminya memutuskan untuk pindah ke Oregon dari San Francisco, California.
Mereka memilih Oregon karena tempat itu adalah satu dari lima negara bagian AS yang mengizinkan dokter membantu pasien yang menderita penyakit parah untuk mengakhiri hidupnya.
Di bawah undang-undang itu, orang yang boleh mengakhiri hidupnya harusnya orang dewasa, tinggal di Oregon, dan didiagnosis menderita penyakit mematikan yang akan berujung kematian dalam jangka waktu enam bulan.
Minggu lalu, Britanny yang baru saja berkahwin mengunjungi Grand Canyon, yang menjadi hal terakhir dalam daftar keinginannya setelah pada April lalu doktor mengatakan bahawa wanita itu hanya memiliki waktu enam bulan untuk hidup.
Britanny didiagnosis menderita tumor otak yang sangat ganas dan menjadi buah bibir setelah mengumumkan dia akan mengakhiri hidupnya di bawah Undang-Undang Meninggal dengan Kehormatan di Oregon sebelum didahului tumor.
"Selamat tinggal untuk semua teman dan keluarga yang saya cintai. Hari ini (Sabtu) adalah hari yang saya pilih untuk meninggalkan dunia ini dengan penuh kebanggaan di hadapan penyakit saya yang mematikan," demikian Britanny lewat akun Facebook-nya.
"Dunia adalah tempat yang indah, perjalanan adalah guru terhebat saya, teman-teman dekat dan keluarga adalah hadiah terbesar saya. Saya bahkan dikelilingi mereka yang mendukung di sekitar ranjang saya. Selamat tinggal dunia. Sebarkan energi baik," tambah Britanny.
The Compassion & Choices, sebuah organisasi yang mendukung Britanny untuk mengakhiri hidupnya, merilis sebuah pernyataan yang mengonfirmasi kematian perempuan berusia 29 tahun itu.
"Britanny Lauren Maynard lahir pada 1984 dan memenuhi hidupnya yang singkat tetapi penuh makna dengan kebaikan, cinta, pendidikan, perjalanan, dan humor," demikian isi pernyataan tersebut.
Pernyataan itu kemudian menyebut deretan keluarga yang mendukung keputusan Britanny untuk mengakhiri hidupnya. Mereka yang disebut dalam pernyataan itu termasuk sang suami Daniel Diaz, ibundanya Deborah Ziegler, dan sang ayah tiri Gary Holmes.
Britanny sebelumnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya pada 1 November 2014. Namun, kemudian mengubah pikirannya setelah merasa masih cukup sehat untuk melanjutkan hidup.
Kesehatannya terus menurun dalam beberapa pekan terakhir, termasuk gejala mirip stroke yang dirasakannya. Bahkan Britanny sempat tak bisa bicara akibat seluruh tubuhnya kehilangan kekuatan.
Setelah didiagnosis menderita tumor otak ganas, Britanny dan suaminya memutuskan untuk pindah ke Oregon dari San Francisco, California.
Mereka memilih Oregon karena tempat itu adalah satu dari lima negara bagian AS yang mengizinkan dokter membantu pasien yang menderita penyakit parah untuk mengakhiri hidupnya.
Di bawah undang-undang itu, orang yang boleh mengakhiri hidupnya harusnya orang dewasa, tinggal di Oregon, dan didiagnosis menderita penyakit mematikan yang akan berujung kematian dalam jangka waktu enam bulan.
Editor | : Ervan Hardoko |
Sumber | : The Telegraph/ KOMPAS.com |
No comments:
Post a Comment