25/12/14
Wilasinee,
seorang warga Suku Moken, di sisi Barat Thailand, mengaku masih
trauma bila ingat cerita 10 tahun lalu. Pada 26 Disember 2004, ombak
setinggi pohon kelapa menghantam perkampungan mereka yang terletak di
pulau tengah Laut Andaman.
Etnik Moken adalah bangsa bahari, sama seperti Bugis di Sulawesi.
Mereka hidup, bekerja, dan berpindah dari satu pulau ke pulau lain
sekitar Andaman.
Menurut Wilasinee, yang ketika itu masih 15 tahun, hantaman tsunami
begitu dahsyat. Pemuda ini beruntung lari menuju bukit kerana sedang
bermain di ladang. Melihat desanya tersapu habis hanya dalam hitungan
detik, dia menangis.
"Saya yakin gelombang bah itu membunuh seluruh keluarga di
kampung," ujarnya seperti dilansir Channel News Asia, Khamis (25/12).
Ternyata, cuma seorang saja korban maut dari sekitar 100-an warga
Moken. Itu pun lelaki tua yang tak kuat lari menuju dataran lebih tinggi.
Mantan Ketua Suku Moken Salama Klathale mengatakan sedikitnya korban
jiwa ini kerana berkat cerita turun-temurun yang diwariskan oleh nenek moyang.
Leluhur Moken selalu bercerita tentang kemunculan Laboon, iaitu satu
gelombang besar yang akan menelan seluruh isi bumi. Bila Laboon muncul penduduk harus berlari ke bukit terdekat.
"Salah satu ciri kedatangan Laboon adalah laut akan mengering. Ketika
melihat pantai surut sangat jauh pagi itu, kami terus memerintahkan
semua orang berpindah ," ungkap Klathale.
Kesiap-siagaan itu ditambah wangsit salah satu tetua Moken. Tiga hari
sebelum tsunami menerjang, dia mengaku sudah bermimpi didatangi lelaki
bertopeng. Sosok misteri ini mengingatkan soal kemungkinan Laboon
datang.
Lepas dari cerita mistik tersebut, Suku Moken terbukti punya
kesedaran tanggap bencana menghadapi tsunami. Kini, satu dekade selepas
bencana dahsyat meragut 290 ribu jiwa tersebut, pemerintah Thailand
berusaha memindah warga Moken ke daratan. Tujuannya agar mereka lebih
mudah dipantau pemda Provinsi Pang Nga.
Kini etnik Moken lebih ramai berdiam di pesisir. "Gaya hidup kami
berubah. Tapi sekarang banyak orang tua Moken menyedari pentingnya
pendidikan lantaran cari kerja di daratan cukup susah," kata Jao
Klathale, salah satu tetua adat Moken
sumber: Merdeka.com
No comments:
Post a Comment