Jakarta - Khaled Al Shebli, kanak-kanak yang wajahnya hancur akibat
perang di Aleppo, Syria, kini menetap di Wollongong, kota pantai di
New South Wales, Australia. Ia telah menjalani satu dari rancangan 5 kali pembedahan untuk memulihkan wajahnya.
Aicha Al Shebli, ibu dari Khaled, kepada ABC menceritakan betapa kehidupan mereka di Aleppo sudah sangat tenang dan bahagia. Fasiliti pendidikan, kesihatan dan keamanan semua terjamin.
Namun suatu pagi di bulan April 2013, kehidupan keluarga Al Shebli berubah drastis dalam sekejap mata.
"Saya kira roket yang menghantam rumah kami hari ini mengandung bahan kimia, yang membakar wajah anak saya," kata Aicha.
"Ketika itu saya di rumah sedang membuat bahan untuk roti. Masih pagi dan anak-anak saya yang lain sedang di luar bermain," tambahnya.
Khaled sendiri berada di kamarnya kerana sedang sakit.
Aicha mengatakan dia hingga kini tidak tahu siapa yang menembak roket ke rumahnya, apakah pasukan pemerintah atau pasukan pemberontak.
Setelah serangan itu, keluarga Al Shebli melarikan diri ke kem pengungsi di Lebanon utara. Mereka tinggal di sana selama 9 bulan.
Saat berada di kem itulah mereka bertemu dengan seorang pekerja sosial asal Australia, yang kemudian meminta bantuan Duta Besar Australia untuk membantu pembedahan bagi Khaled di Beirut.
Pada Disember 2014, keluarga Al Shebli mendapatkan status pengungsi di Australia dan pindah ke Kota Wollongong, di selatan Sydney.
Beberapa minggu lalu, Khaled, yang kini berusia 7 tahun, telah menjalani operasi pertama dari lima operasi yang dirancangkan untuk memulihkan kondisi wajahnya.
Bahagian hidungnya telah direkonstruksi dalam operasi pertama tersebut, sehingga kini ia boleh bernafas secara lebih mudah. Minggu ini Khaled juga sudah mulai kembali ke sekolah.
Menurut ayah Khaled, Yunis Al Shebli, merasa berterima kasih baik kepada Lebanon yang memberi mereka tempat mengungsi serta Australia yang memungkinkan mereka memulai kembali kehidupan mereka.
"Kehidupan di sini sangat baik sepanjang kita mengikuti aturan yang berlaku. Tidak ada yang mengganggu kita. Sekolah dan layanan kesihatan semua tersedia," tutur Yunis.
Ia mengaku ragu apakah suatu masa nanti boleh kembali lagi ke Syria. "Syria sudah hancur sama sekali," katanya.
Yunis Al Shebli sangat menyayangkan kota tempat kelahirannya Aleppo kini telah hancur lebur.
Saat ditanya reaksinya mengenai langkah Australia yang kini memulai operasi pengeboman sasaran ISIS di wilayah Syria, Yunis Al Shebli mengatakan mereka hanya orang biasa dan tidak tahu-menahu soal politik.
"Pemerintah lebih tahu apa yang mereka lakukan. Mereka akan mengebom ISIS. Silakan saja. Mereka itulah penyebab semua masalah," katanya.
Aicha Al Shebli, ibu dari Khaled, kepada ABC menceritakan betapa kehidupan mereka di Aleppo sudah sangat tenang dan bahagia. Fasiliti pendidikan, kesihatan dan keamanan semua terjamin.

kompas.com
Korban perang di Syria , Khaled al Sebli kini bermukim di Australia
Namun suatu pagi di bulan April 2013, kehidupan keluarga Al Shebli berubah drastis dalam sekejap mata.
"Saya kira roket yang menghantam rumah kami hari ini mengandung bahan kimia, yang membakar wajah anak saya," kata Aicha.
"Ketika itu saya di rumah sedang membuat bahan untuk roti. Masih pagi dan anak-anak saya yang lain sedang di luar bermain," tambahnya.
Khaled sendiri berada di kamarnya kerana sedang sakit.
Aicha mengatakan dia hingga kini tidak tahu siapa yang menembak roket ke rumahnya, apakah pasukan pemerintah atau pasukan pemberontak.
Setelah serangan itu, keluarga Al Shebli melarikan diri ke kem pengungsi di Lebanon utara. Mereka tinggal di sana selama 9 bulan.
Saat berada di kem itulah mereka bertemu dengan seorang pekerja sosial asal Australia, yang kemudian meminta bantuan Duta Besar Australia untuk membantu pembedahan bagi Khaled di Beirut.
Pada Disember 2014, keluarga Al Shebli mendapatkan status pengungsi di Australia dan pindah ke Kota Wollongong, di selatan Sydney.
Beberapa minggu lalu, Khaled, yang kini berusia 7 tahun, telah menjalani operasi pertama dari lima operasi yang dirancangkan untuk memulihkan kondisi wajahnya.
Bahagian hidungnya telah direkonstruksi dalam operasi pertama tersebut, sehingga kini ia boleh bernafas secara lebih mudah. Minggu ini Khaled juga sudah mulai kembali ke sekolah.
Menurut ayah Khaled, Yunis Al Shebli, merasa berterima kasih baik kepada Lebanon yang memberi mereka tempat mengungsi serta Australia yang memungkinkan mereka memulai kembali kehidupan mereka.
"Kehidupan di sini sangat baik sepanjang kita mengikuti aturan yang berlaku. Tidak ada yang mengganggu kita. Sekolah dan layanan kesihatan semua tersedia," tutur Yunis.
Ia mengaku ragu apakah suatu masa nanti boleh kembali lagi ke Syria. "Syria sudah hancur sama sekali," katanya.
Yunis Al Shebli sangat menyayangkan kota tempat kelahirannya Aleppo kini telah hancur lebur.
Saat ditanya reaksinya mengenai langkah Australia yang kini memulai operasi pengeboman sasaran ISIS di wilayah Syria, Yunis Al Shebli mengatakan mereka hanya orang biasa dan tidak tahu-menahu soal politik.
"Pemerintah lebih tahu apa yang mereka lakukan. Mereka akan mengebom ISIS. Silakan saja. Mereka itulah penyebab semua masalah," katanya.
detikNews
No comments:
Post a Comment