Wednesday, August 10, 2016

Aktivis Wanita Akan Akhiri 16 Tahun Mogok Makan

Selasa, 9 Ogos 2016
SAJJAD HUSSAIN / AFP Irom Sharmila (42), aktivis perempuan dari negara   Manipur, India, dibebaskan dari sebuah rumah sakit yang difungsikan juga sebagai penjara. Dia melakukan aksi mogok makan selama 16 tahun demi memperjuangkan pencabutan status darurat militer di Manipur yang sudah diberlakukan sejak 1980 yang menimbulkan banyak pelanggaran HAM.

NEW DELHI   - Seorang aktivis politik India yang sudah menjalani mogok makan selama 16 tahun kemungkinan bakal mengakhiri aksinya pada Selasa (9/8/2016).

Irom Sharmila, terakhir kali merasakan makanan masuk melalui  mulutnya pada 5 November 2000. Sejak itu, makanan yang sudah berupa cairan dimasukkan ke dalam tubuhnya dengan menggunakan tiub.

Sharmila diyakini menjadi salah seorang atau bahkan satu-satunya pelaku mogok makan terlama di dunia.

Sharmila melakukan aksinya sebagai bentuk protes terhadap undang-undang yang mengizinkan tentera melakukan tembak di tempat terhadap tersangka pemberontak tanpa khuatir akan digugat.

Selain itu, undang-undang tersebut juga memungkinkan militer menangkap tersangka pemberontak militan tanpa perlu mendapatkan surat perintah penangkapan.

Undang-undang itu sangat kontroversial dengan banyaknnya penyalahgunaan dan menjadi alat bagi penguasa untuk menyingkirkan para pesaingnya.

Kembali ke Sharmila yang akan mengakhiri mogok makannya, para doktor mengatakan perempuan itu harus makan makanan cair selama beberapa hari sebelum perlahan-lahan menyantap makanan padat.

Menurut rencana, setelah Sharmila secara resmi mengakhiri mogok makannya di mahkamah maka dia dipersilakan pergi sebagai orang bebas.

"Kami belum tahu kemana dia akan pergi. Jika dia ingin tinggal bersama kami, kami siap menerimanya. Namun, itu haruslah menjadi keinginannya," kata abangnya, Irom Singhajit kepada kantor berita Press Trust of India.

Tujuan mogok makan ini adalah menekan pemerintah India untuk menarik balik Undang-undang Wewenang Khusus Militer. Di bawah aturan ini, tentera berhak membunuh siapa saja yang mereka curigai akan melawan negara, terutama di kawasan bermasalah di India.

Sharmila baru berusia 28 tahun ketika 10 warga awam meninggal dan 42 lainnya terluka ketika militer India melepaskan tembakan saat orang-orang itu sedang menunggu bas di kota Malom, lembah Imphal, Manipur.

Peristiwa yang terjadi pada 2 November 2000 itu kemudian dikenal di India dengan nama "Pembantaian Malom". Tragedi ini melibatkan Assam Rifles, salah satu pasukan paramiliter yang beroperasi di negara   Assam.

Tak lama setelah tragedi mengenaskan itu, Sharmila yang berasal dari negara  Manipur yang bergolak, memulai aksi mogok makannya.

Tiga hari setelah dia melakukan aksi mogok makan, polis India menangkap Sharmila kerana dianggap mencuba melakuan bunuh diri.

Sejak saat itu, Sharmila sudah berulang kali ditangkap, dibebaskan dan ditangkap lagi.

Selain itu, sejak melakukan mogok makan Sharmila hanya bertemu dengan ibunya satu kali. Keputusannya tak bertemu ibunya adalah dia khuatir pertemuan dengan ibunya akan membuatnya mengakhir perjuangannya.

"Pada hari undang-undang ini dicabut, itulah saatnya saya akan makan nasi dari tangan ibu saya," ujar Sharmila suatu ketika.

Bulan lalu, perempuan berusia 44 tahun itu mengatakan dia akan mencoba masuk ke dunia politik, dan di saat yang sama dia menegaskan akan mengakhiri mogok makannya.

Sharmila menegaskan dia akan maju sebagai calon independen dalam pemilihan umum di negara bagian Manipur dan akan memperjuangkan pencabutan Undang-undang Wewenang Khusus Militer yang diprotesnya.

Saat ini, undang-undang kontroversial itu berlaku di kawasan konflik seperti Kashmir dan wilayah timurlaut India yang diguncang pemberontakan.
Sumber: KOMPAS.com

No comments:

Post a Comment