9 Jul 2018
Otoriti pemerintah Thailand
menyelesaikan operasi pertama mereka untuk menyelamatkan 12 kanak-kanak lelaki dan jurulatih bolasepak mereka dari kompleks gua Tham Luang
yang terkepung banjir.
Pemerintah bahkan menyatakan misi penyelamatan tersebut lebih berhasil daripada yang mereka harapkan.
Dikutip Grid.ID dari Channel News Asia, Ketua Operasi penyelamatan menyatakan pada Ahad (8/7/2018) sebagai 'D-Day'.
Yakni, hari dimana misi penyelamatan terhadap pasukan bola sepak kanak-kanak dilakukan.
Ketua
Operasi Penyelamatan mengatakan kondisi kanak-kanak dan pertimbangan
lainnya seperti tingkat air dan cuaca menjadikan Ahad (8/7/2018)
sebagai hari dimana penyelamatan dilakukan.
Hingga Isnin (9/7/2018), empat kanak-kanak lelaki telah melakukan perjalanan berbahaya keluar dari gua.
Keempatnya kini menerima rawatan di rumah sakit.
Operasi penyelamatan ketika ini dihentikan kerana semua tangki oksigen di dalam gua telah digunakan dan perlu diganti.
Delapan kanak-kanak lelaki dan jurulatih mereka masih berada di kompleks gua.
Anak-anak
itu ditemani oleh dua penyelam ketika mereka berjalan melalui kegelapan,
menyelam melewati lorong sempit yang berputar-putar dengan arus dingin
yang kuat.
Dikutip dari Kompas.com, keberadaan pasukan bola sepak kanak-kanak di dalam gua itu bermula pada 23 Jun 2018.
Ketua jurulatih pasukan bola sepak Moo Pa, yang bernama Nopparat Khanthavong (37) tidak dapat pergi bersama mereka pada hari itu kerana ada agenda lain. Jadi dia membuat janji dengan pembantunya Ekapol Chanthawong untuk menjaga kanak-kanak itu.
Nopparat
menyiapkan Ekapol untuk menjalankan tugas
penting, yaitu menjaga para anggota pasukan bola sepak tanpa pendampingan
dari senior lainnya.
Ekapol bertugas untuk membawa anak-anak asuh lapangan bola dekat pergunungan Doi Nang Non.
Untuk menuju ke sana, mereka harus melewati wilayah dipenuhi banyak air terjun dan gua di perbatasan Thailand-Myanmar.
"Pastikan anda menunggang basikal di belakang mereka ketika kalian pergi ,
sehingga kalian dapat tetap waspada," tulisnya dalam pesan Facebook yang
dia tunjukkan kepada The Washington Post.
Beberapa jam setelah
melakukan perjalanan, satu peristiwa tak terduga terjadi pada Ekapol
dan anak asuhnya hingga membuat dunia tercengang.
Mereka hilang setelah hujan lebat kerana terjadi banjir di dalam gua.
Pencarian dan penyelamatan dramatik dilakukan untuk menemukan 12 remaja dan Ekapol dalam keadaan hidup.
Setelah
9 hari terperangkap di dalam gua, mereka ditemukan dalam keadaan berhimpun
pada satu kawasan kecil yang berlumpur dan dikelilingi banjir.
Perhatian terfokus pada satu-satunya orang dewasa di kelompok itu yang tak lain adalah Ekapol.
Lelaki berusia 25 tahun itu merupakan seorang mantan biksu (Sami).
Lelaki tersebut menjadi sorotan tentang peranannya dalam kesulitan dan kelangsungan hidup kelompok remaja selama di dalam gua.
Adapula
yang mengecam Ekapol kerana memimpin perjalanan pasukan bola sepak remaja
itu ke dalam gua, meski ada tanda peringatan besar di pintu masuk
tentang risiko musim hujan.
Namun, ramai juga warga di Thailand yang memberi dukungan kepada Ekapol untuk tetap menjaga anak-anak bertahan di dalam gua.
Dia
menjalani kehidupan sebagai seorang biksu pada tiga tahun lalu, sebelum
kemudian bergabung dengan pasukan bola sepak Moo Pa (Wild Boars) sebagai penolong jurulatih.
Di media sosial, Ekapol digambarkan dalam gambar animasi dengan duduk bersila, seperti meditasi yang dilakukan oleh para biksu.
Pada gambar yang beredar, ada 12 babi hutan kecil (Moo Pa) di lengannya.
Menurut petugas penyelamat, Ekapol dalam kondisi paling lemah dalam kelompok itu.
Hal itu disebabkan dia memberi jatah makanan dan air yang dibawa dalam perjalanan pada kanak-kanak asuhan yang ia jaga.
Tak hanya itu, Ekapol juga mengajarkan anak-anak cara bermeditasi dan menghemat energi sebanyak mungkin sampai dapat ditemukan.
Pornchai
Khamluang, seorang ibu dari remaja yang terperangkap di gua berkata "Jika
dia (Ekapol) tidak ikut dengan mereka, apa yang akan terjadi pada anak
saya?".
"Ketika dia keluar (dari gua), kita harus menyembuhkan
hatinya. Ek (Ekapol) tersayang, saya tidak akan pernah menyalahkanmu,"
imbuhnya.
Pada 2003, Ibu bapa dan adiknya yang berusia 7 tahun maut akibat wabak penyakit yang berlaku di utara Thailand.
Ekapol anak yatim piatu waktu umur 10 tahun. Membesar dengan neneknya di Mae Sai di utara Thailand.
Dia juga ditempatkan di kuil Buddha selama 10 tahun dalam proses menguatkan jiwanya selepas kehilangan kesemua ahli keluarganya.
Pengalaman peritnya mengajar erti ketabahan dalam apa jua kesengsaraan yang dihadapi sejak dari kecil dan semua itu disalurkan kepada 12 anak didik dia itu.
Ekapol dilatih menjadi biksu tetapi meninggalkan biara untuk menjaga neneknya yang sakit di Mae Sai, Thailand utara.
Ekapol anak yatim piatu waktu umur 10 tahun. Membesar dengan neneknya di Mae Sai di utara Thailand.
Dia juga ditempatkan di kuil Buddha selama 10 tahun dalam proses menguatkan jiwanya selepas kehilangan kesemua ahli keluarganya.
Pengalaman peritnya mengajar erti ketabahan dalam apa jua kesengsaraan yang dihadapi sejak dari kecil dan semua itu disalurkan kepada 12 anak didik dia itu.
Ekapol dilatih menjadi biksu tetapi meninggalkan biara untuk menjaga neneknya yang sakit di Mae Sai, Thailand utara.
Di sana, dia membagi waktunya antara bekerja di kuil dan melatih pasukan bola sepak Moo Pa yang baru dibentuk.
"Dia menyayangi mereka lebih dari dirinya sendiri," kata Joy Khampai, teman lama Ekapol.
"Saya mengenal dia, dan saya tahu dia akan menyalahkan dirinya sendiri," ujarnya.
Dalam surat yang ditulisnya dan dirilis oleh Angkatan Laut Thailand, Ekapol menyampaikan permintaan maaf.
"Untuk semua orangtua, semua anak-anak kalian masih baik-baik saja. Saya berjanji akan menjaga mereka dengan baik," tulisnya.
"Terima kasih atas semua dukungan dan saya mohon maaf kepada para orangtua," imbuhnya.
sumber: Grid.ID
No comments:
Post a Comment