22 Jun 2014
BAGHDAD, KOMPAS.com Ketika pasukan Irak dan kelompok
militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIL) memperebutkan kompleks
penapisanminyak di Baiji, sebelah utara Baghdad, ada hal yang lebih
menakutkan penduduk kota dibanding desingan peluru dan ledakan bom.
Di dalam kota Baiji, yang sepenuhnya dikuasai ISIL, para penduduk kota mengatakan, hal paling menakutkan adalah para pejuang ISIL mendatangi rumah-rumah penduduk menanyakan jumlah perempuan yang belum menikah.
"Saya katakan kepada mereka hanya ada dua perempuan di rumah ini dan keduanya sudah menikah," kata Abu Lahid, salah seorang penduduk kota Baiji.
"Mereka mengatakan banyak para pejuang ISIL yang belum menikah dan menginginkan seorang isteri. Mereka memaksa masuk dan memeriksa KTP kedua perempuan di rumah saya," lanjut Abu Lahid.
ISIL mengatakan, para pejuangnya dilarang mengganggu masyarakat setempat jika mereka adalah Muslim Sunni. Namun, di banyak tempat para pejuang ISIL menerapkan aturan sosial mereka sendiri di kota-kota yang mereka duduki.
Warga kota Mosul pada awalnya menyambut kedatangan ISIL yang menyingkirkan semua pos penjagaan militer yang sudah berdiri bertahun-tahun dan mengekang kebebasan warga. Namun belakangan, ISIL menerapkan aturannya sendiri misalnya memerintahkan pedagang dan petani menurunkan harga barang-barang yang mereka jual.
Di beberapa kota yang sudah dikuasainya, ISIL mulai menerapkan aturan ketat mulai dari cara berpakaian perempuan, menonton televisyen, hingga larangan merokok. Berdasarkan sejarah yang terjadi di Irak, aturan ketat yang diterapkan ISIL, lama-kelamaan justru akan berakibat buruk terhadap mereka sendiri.
Sebagai contoh, ketika Al Qaeda Irak memaksa para perempuan menikahi pejuang mereka di tengah perang Syiah-Sunni antara 2004-2008, mereka justru dibenci warga Sunni sendiri.
"Saya masih memilih rumah saya diceroboh tentera AS daripada Al Qaeda. Sebab dengan perajurit AS, peluang kami bertahan hidup lebih besar," kata seorang pemuda Sunni di Baghdad saat itu.
Adanya perasaan takut terhadap Al Qaeda itulah yang membuat AS boleh membentuk milisi bersenjata anti-Al Qaeda, Sahwa, yang anggotanya justru adalah Muslim Sunni sama seperti para pejuang Al Qaeda.
Bukan tak mungkin aksi keras dan brutal yang ditempuh ISIL saat ini akan membuat nasib mereka sama seperti Al Qaeda Irak pada masa lalu.
Saat ini, kelompok-kelompok militan Sunni masih diikat dalam satu tujuan, yaitu menggulingkan PM Nuri al-Maliki yang bereka benci karena dianggap memarjinalkan komuniti Sunni Irak. Namun, persatuan ini bisa koyak dalam sekejap saat Nuri al-Maliki turun atau diturunkan pada suatu hari nanti.
Satu faktor lain yang berpotensi memecah kesatuan para pejuang Sunni itu adalah keberadaan Pasukan Naqshabandi, yang dipimpin mantan wakil Saddam Hussein, Izzat al-Douri.
Mereka menaikkan poster besar Saddam Hussein di Mosul yang oleh ISIL diperintahkan agar diturunkan dalam waktu 24 jam. Saat ini Naqshabandi menuruti permintaan ISIL itu, tetapi belum tentu di lain waktu.
Di dalam kota Baiji, yang sepenuhnya dikuasai ISIL, para penduduk kota mengatakan, hal paling menakutkan adalah para pejuang ISIL mendatangi rumah-rumah penduduk menanyakan jumlah perempuan yang belum menikah.
"Saya katakan kepada mereka hanya ada dua perempuan di rumah ini dan keduanya sudah menikah," kata Abu Lahid, salah seorang penduduk kota Baiji.
"Mereka mengatakan banyak para pejuang ISIL yang belum menikah dan menginginkan seorang isteri. Mereka memaksa masuk dan memeriksa KTP kedua perempuan di rumah saya," lanjut Abu Lahid.
ISIL mengatakan, para pejuangnya dilarang mengganggu masyarakat setempat jika mereka adalah Muslim Sunni. Namun, di banyak tempat para pejuang ISIL menerapkan aturan sosial mereka sendiri di kota-kota yang mereka duduki.
Warga kota Mosul pada awalnya menyambut kedatangan ISIL yang menyingkirkan semua pos penjagaan militer yang sudah berdiri bertahun-tahun dan mengekang kebebasan warga. Namun belakangan, ISIL menerapkan aturannya sendiri misalnya memerintahkan pedagang dan petani menurunkan harga barang-barang yang mereka jual.
Di beberapa kota yang sudah dikuasainya, ISIL mulai menerapkan aturan ketat mulai dari cara berpakaian perempuan, menonton televisyen, hingga larangan merokok. Berdasarkan sejarah yang terjadi di Irak, aturan ketat yang diterapkan ISIL, lama-kelamaan justru akan berakibat buruk terhadap mereka sendiri.
Sebagai contoh, ketika Al Qaeda Irak memaksa para perempuan menikahi pejuang mereka di tengah perang Syiah-Sunni antara 2004-2008, mereka justru dibenci warga Sunni sendiri.
"Saya masih memilih rumah saya diceroboh tentera AS daripada Al Qaeda. Sebab dengan perajurit AS, peluang kami bertahan hidup lebih besar," kata seorang pemuda Sunni di Baghdad saat itu.
Adanya perasaan takut terhadap Al Qaeda itulah yang membuat AS boleh membentuk milisi bersenjata anti-Al Qaeda, Sahwa, yang anggotanya justru adalah Muslim Sunni sama seperti para pejuang Al Qaeda.
Bukan tak mungkin aksi keras dan brutal yang ditempuh ISIL saat ini akan membuat nasib mereka sama seperti Al Qaeda Irak pada masa lalu.
Saat ini, kelompok-kelompok militan Sunni masih diikat dalam satu tujuan, yaitu menggulingkan PM Nuri al-Maliki yang bereka benci karena dianggap memarjinalkan komuniti Sunni Irak. Namun, persatuan ini bisa koyak dalam sekejap saat Nuri al-Maliki turun atau diturunkan pada suatu hari nanti.
Satu faktor lain yang berpotensi memecah kesatuan para pejuang Sunni itu adalah keberadaan Pasukan Naqshabandi, yang dipimpin mantan wakil Saddam Hussein, Izzat al-Douri.
Mereka menaikkan poster besar Saddam Hussein di Mosul yang oleh ISIL diperintahkan agar diturunkan dalam waktu 24 jam. Saat ini Naqshabandi menuruti permintaan ISIL itu, tetapi belum tentu di lain waktu.
Editor | : Ervan Hardoko |
Sumber | : The Independent |
jangan percaya artikel gini ia ditulis oleh musoh islam...macam mana tuan punya blog boleh siarkan yang tak betul...
ReplyDelete