Sabtu, 21 November 2015
Salah satu pesawat terbang milik Southwest Airlines.
NEW YORK - Dua orang lelaki dilarang naik dalam sebuah penerbangan dari Chicago menuju Philadephia hanya kerana keduanya berbicara dalam bahasa Arab.
Insiden yang terjadi minggu ini tersebut menjadi salah satu efek ikutan yang memperlihatkan sikap paranoid Barat pasca-serangan Paris minggu lalu.
Maher Khalil dan Anas Ayyad, dilarang naik oleh penjaga terminal di Lapangan Terbang
Midway, Chicago.
Penjaga itu mengatakan, larangan tersebut dilakukan setelah salah seorang penumpang mendengar mereka berbicara dalam bahasa Arab.
Dua orang berdarah Palestin berusia 20-an itu akhirnya dilaporkan boleh menggunakan penerbangan milik Southwest Airlines itu pada Rabu (18/11/2015) malam.
Itupun setelah keduanya dsoal pihak keselamatan lapangan terbang dan polis . Khalil berinisiatif memanggil anggota keselamatan untuk meluruskan masalah tersebut.
Kepada stesyen televisyen NBC 5, di dalam kabin para penumpang memaksa mereka membuka kotak putih yang mereka bawa yang ternyata hanya berisi gula-gula.
"Dan saya membagikan gula-gula yang saya bawa kepada seluruh penumpang," ujar Khalil.
Manajemen Southwest Airlines sejauh ini menolak untuk memberikan komentar terkait insiden tersebut.
Sejumlah insiden serupa terjadi di beberapa penerbangan domestik AS sebagai dampak insiden penembakan di Paris yang menewaskan 130 orang yang diduga didalangi ISIS.
Setelah insiden Paris, ISIS juga merilis ancaman serangan terhadap sejumlah kota di AS.
Insiden serupa juga terjadi di Lapangan Terbang Midway, Chicago pada minggu yang sama.
Sebanyak enam orang keturunan Timur Tengah dikeluarkan dari penerbangan Southwest Airlines dengan route Houston setelah mereka meminta penumpang lain untuk bertukar kerusi.
Sementara pada Khamis lalu di Florida, penerbangan Spirit Airlines tujuan Minneapolis kembali ke Lapangan Terbang Fort Lauderdale.
Penyebabnya adalah, seorang penumpang mengaku mendengar percakapan yang dia yakini sebagai sebuah rancangan untuk meledakkan pesawat itu. Demikian dilaporkan harian The Sun Sentine.
Di darat, Yaniv Abotbul, seorang warga AS kelahiran Israel, disoal polis selama lima jam. Demikian sang peguam menjelaskan.
Abotbul kemudian dibebaskan setelah tuduhan itu tak terbukti dan kuasa hukum lelaki itu menuntut permintaan maaf dari pihak pesawat dan pemerintah.
Penjaga itu mengatakan, larangan tersebut dilakukan setelah salah seorang penumpang mendengar mereka berbicara dalam bahasa Arab.
Dua orang berdarah Palestin berusia 20-an itu akhirnya dilaporkan boleh menggunakan penerbangan milik Southwest Airlines itu pada Rabu (18/11/2015) malam.
Itupun setelah keduanya dsoal pihak keselamatan lapangan terbang dan polis . Khalil berinisiatif memanggil anggota keselamatan untuk meluruskan masalah tersebut.
Kepada stesyen televisyen NBC 5, di dalam kabin para penumpang memaksa mereka membuka kotak putih yang mereka bawa yang ternyata hanya berisi gula-gula.
"Dan saya membagikan gula-gula yang saya bawa kepada seluruh penumpang," ujar Khalil.
Manajemen Southwest Airlines sejauh ini menolak untuk memberikan komentar terkait insiden tersebut.
Sejumlah insiden serupa terjadi di beberapa penerbangan domestik AS sebagai dampak insiden penembakan di Paris yang menewaskan 130 orang yang diduga didalangi ISIS.
Setelah insiden Paris, ISIS juga merilis ancaman serangan terhadap sejumlah kota di AS.
Insiden serupa juga terjadi di Lapangan Terbang Midway, Chicago pada minggu yang sama.
Sebanyak enam orang keturunan Timur Tengah dikeluarkan dari penerbangan Southwest Airlines dengan route Houston setelah mereka meminta penumpang lain untuk bertukar kerusi.
Sementara pada Khamis lalu di Florida, penerbangan Spirit Airlines tujuan Minneapolis kembali ke Lapangan Terbang Fort Lauderdale.
Penyebabnya adalah, seorang penumpang mengaku mendengar percakapan yang dia yakini sebagai sebuah rancangan untuk meledakkan pesawat itu. Demikian dilaporkan harian The Sun Sentine.
Di darat, Yaniv Abotbul, seorang warga AS kelahiran Israel, disoal polis selama lima jam. Demikian sang peguam menjelaskan.
Abotbul kemudian dibebaskan setelah tuduhan itu tak terbukti dan kuasa hukum lelaki itu menuntut permintaan maaf dari pihak pesawat dan pemerintah.
Editor | : Ervan Hardoko |
Sumber | : AFP/KOMPAS.com |
No comments:
Post a Comment