Selasa 25 Jun 2013
ilustrasi bakar diri. | Shutterstock
RABAT, KOMPAS.com - Seorang bapak lima anak di
Moroko mati bakar diri setelah permintaannya untuk mendapatkan surat
izin tinggal di sebuah kota ditolak. Demikian seorang aktivis HAM
menceritakan, Selasa (25/6/2013).
Insiden tragis itu terjadi pada Isnin (24/6/2013) di kota Sebaa Ayoun, kawasan Meknes tengah, Moroko. Ketika itu, Abdelkabir al-Atawi (50), memerlukan izin tinggal di kota Sebaa Ayoun agar isterinya yang sakit boleh berubat gratis di rumah sakit.
"Lelaki itu meminta izin tinggal namun ditolak pemerintah setempat. Lalu dia menyiram tubuhnya dengan minyak dan membakar dirinya sendiri di luar pejabat pemerintah kota Sebaa Ayoun," kata Habid Benkarroun, aktivis Asosiasi HAM Maroko, wilayah Meknes.
Lelaki itu, lanjut Benkarroun, tak boleh membayar belanja perubatan isterinya kerana tidak memiliki wang dan tidak bekerja.
Aksi bakar diri terjadi beberapa kali di Moroko, dan sebahagian besar pelakunya adalah para lulusan universiti yang masih menganggur.
Aksi bakar diri menjadi "popular" sejak aksi serupa yang dilakukan seorang pedagang kaki lima di Tunisia pada Desember 2010 kemudian memicu aksi massa yang dikenal dengan istilah "Arab Spring".
Reformasi politik dilakukan Moroko pada 2011 menyusul pemilihan parlimen akibat desakan protes massa di seluruh wilayah kerajaan itu.
Namun, masalah-masalah sosial masih terus terjadi di Moroko, termasuk korupsi dan pelayanan publik yang buruk. Selain itu, tunjuk perasaan para pemuda pengangguran masih terus berlangsung di ibu kota Rabat.
Insiden tragis itu terjadi pada Isnin (24/6/2013) di kota Sebaa Ayoun, kawasan Meknes tengah, Moroko. Ketika itu, Abdelkabir al-Atawi (50), memerlukan izin tinggal di kota Sebaa Ayoun agar isterinya yang sakit boleh berubat gratis di rumah sakit.
"Lelaki itu meminta izin tinggal namun ditolak pemerintah setempat. Lalu dia menyiram tubuhnya dengan minyak dan membakar dirinya sendiri di luar pejabat pemerintah kota Sebaa Ayoun," kata Habid Benkarroun, aktivis Asosiasi HAM Maroko, wilayah Meknes.
Lelaki itu, lanjut Benkarroun, tak boleh membayar belanja perubatan isterinya kerana tidak memiliki wang dan tidak bekerja.
Aksi bakar diri terjadi beberapa kali di Moroko, dan sebahagian besar pelakunya adalah para lulusan universiti yang masih menganggur.
Aksi bakar diri menjadi "popular" sejak aksi serupa yang dilakukan seorang pedagang kaki lima di Tunisia pada Desember 2010 kemudian memicu aksi massa yang dikenal dengan istilah "Arab Spring".
Reformasi politik dilakukan Moroko pada 2011 menyusul pemilihan parlimen akibat desakan protes massa di seluruh wilayah kerajaan itu.
Namun, masalah-masalah sosial masih terus terjadi di Moroko, termasuk korupsi dan pelayanan publik yang buruk. Selain itu, tunjuk perasaan para pemuda pengangguran masih terus berlangsung di ibu kota Rabat.
Sumber :
AFP
Editor : Ervan Hardoko
No comments:
Post a Comment