Tuesday, July 15, 2014

Pengorbanan kanak-kanak ini ke sekolah. Nekat hadapi binatang buas

 14/07/2014 

Jakarta - Ketinggian air yang meningkat membuat perjalanan ke sekolah sehari-hari menjadi perjalanan yang membahayakan bagi anak-anak di desa Chepkenion, yang terletak di pinggir Danau Baringo, Kenya.


Anak-anak sekolah dari desa Chepkenion di Kenya, mengayuh  rakit yang terbuat dari batang kayu lunak, dan diikat dengan tali nelon. (Foto: Elphas Ngugi)
Di Kenya barat, tepatnya di hujung utara lembah ‘Great Rift', ketinggian air di danau setempat telah meningkat secara signifikan pada tahun ini, yang kemudian mengisolasi beberapa desa dan merosakan sekolah di Lurok.

Tujuh dari para pelajar yang terdaftar di Sekolah rendah Katuwit berasal dari komuniti yang desanya terputus atau terisolir akibat naiknya ketinggian permukaan danau.

Untuk sampai ke sekolah, mereka duduk di rakit buatan yang tersusun dari batang kayu lunak dan diikat dengan tali nelon murahan.

Tentu saja perjalanan ini membahayakan. Seorang warga desa terbunuh oleh seekor kuda nil pada March lalu, dan 9 lainnya juga telah mati  akibat ketinggian air yang meningkat ini.

Stephen Kigen, 14 tahun, melakukan perjalanan berbahaya ini setiap hari dan pernah selamat dari bahaya binatang buas yang ada di danau tersebut.

Ia menyatakan, dirinya pernah bertemu seekor kuda nil ketika sedang menyeberang, binatang itu lantas menyentuh rakitnya dan menjungkir-balikkan Stephen.

Ia harus berenang ke sebatang pohon dan lalu memanjatnya. Ia mengisahkan, pohon itu benar-benar menyelamatkannya.

guru Besar Sekolah Katuwit, Brian Temanyon, mengatakan, banyak anak yang nekat menempuh perjalanan beresiko ke sekolah setiap harinya.

“Beberapa dari mereka tinggal di pulau yang berasal dari perpanjangan Danau Baringo. Dulunya tempat itu tak ada. Para orang tua merasa bahawa anak-anak mereka harus tetap mendapatkan pendidikan yang mereka perlukan,” ujarnya.

Guru Besar risaukan perjalanan menyeberangi danau


Sebuah sekolah baru, dengan atap terpal, telah dibangun di atas permukaan air, yang ertinya sekolah ini harus ditinggalkan jika musim hujan datang.

Dindingnya terbuat dari batang kayu dan tiap pagi para guru harus memeriksa dinding-dinding itu, mencari kalau-kalau ada ular.

Brian menuturkan, perjalanan melintasi danau, dengan resiko bertemu buaya dan kuda nil, sungguh membimbangkan.

“Ya, mereka yang datang dari pulau itu dan ada buaya, ada kuda nil dan terkadang ada ombak juga. Anak-anak itu jadinya tidak selamat,” keluhnya.

Lima anak yang melintasi danau itu tiap hari berasal dari satu keluarga. Ayah mereka, Elijah Cheposo, juga harus melintasi danau itu.

“Jika mereka tetap tinggal di sana, kemana mereka harus sekolah? dan dari mana kami mendapat makanan? tak ada alternatif kerana semua daratannya kini terendam air,” urai Elijah..

Wilayah Kenya ini adalah daerah miskin, baik secara geografis dan ekonomi.

Seperti yang terjadi pada banyak negara di Afrika, pendidikan seringkali menjadi jalan satu-satunya untuk keluar dari kemiskinan, sehingga kondisi membahayakan itu adalah resiko yang tak keberatan dihadapi oleh para orang tua dan anak-anak tersebut.
ABC Australia - detikNews
(nwk/nwk)

No comments:

Post a Comment