Saturday, July 2, 2016

Negera Ini Terlalu Miskin untuk Rayakan Hari Kemerdekaan

2 julai 16

 
BBC -Lebih dari 50 ribu orang di Sudan Selatan mengungsi akibat konflik
JUBA    - Pada 9 Julai akan datang adalah hari kemerdekaan Sudan Selatan yang kelima. Namun, negera termuda di dunia itu sudah menyatakan tak akan merayakan hari bersejarah itu.

Mengapa? Alasannya sederhana, pemerintah negera itu tidak memiliki wang untuk menyambut  sebuah pesta perayaan hari kemerdekaan.

"Kami memutuskan untuk tidak merayakan hari kemerdekaan pada 9 Julai mendatang kerana kami tak ingin menghabiskan banyak wang. Kami harus menyisihkan wang untuk keperluan lain," kata Menteri Informasi Sudan Selatan, Michael Makuei Lueth awal minggu ini seperti dikutip Al Jazeera.

Lima tahun lalu Sudan Selatan mendeklarasikan kemerdekaan dari Sudan, setelah perang selama beberapa dekade melawan etnik Arab yang banyak menghuni sisi utara negeri itu.

Dalam referendum yang digelar pada 2011, 99 peratus pemilik suara memilih untuk merdeka dari Sudan dan sebahagian besar negara di dunia kemudian mengakui Sudan Selatan sebagai negara berdaulat.

Sayangnya, akibat kondisi kewangan negara yang buruk, maka rakyat Sudah Selatan tidak akan merayakan pesta hari kemerdekaan mereka.

Menteri Lueth mengatakan, biaya untuk menyambut peringatan hari kemerdekaan diperkirakan mencapai 450,000 poundsterling 

"Jika kami boleh mendapatkan wang sebanyak itu maka kami lebih memilih menggunakannya untuk mengatasi masalah ekonomi seperti pembayaran gaji pegawai," ujar Lueth.

Perayaan hari kemerdekaan tahun lalu diwarnai upacara kenegaraan dan parade yang diisi tari-tarian dan pertunjukan muzik.

Banyak kalangan mengatakan, memang seharusnya perayaan tak perlu disambut di negera ini. Meski kaya akan sumber daya alam tetap perang selama beberapa dekade membuat Sudan Selatan kekurangan industri dan infrastruktur.

Di negeri ini dilaporkan hanya terdapat sekitar 500 kilometer jalan beraspal di seluruh negeri. Situasi bertambah buruk ketika harga minyak mentah dunia anjlok.

Bank Dunia menyebut Sudan Selatan sebagai negera yang paling tergantung dengan minyak di seluruh dunia kerana 90 peratus pendapatan negara berasal dari emas hitam itu.

Belum lama ini Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahawa akibat anjloknya harnya minyak anggaran Sudan Selatan akan hanya tersisa seperempatnya dan inflasi akan meningkat hingga 300 peratus.

Menurut harian Sudan Tribune, bank sentral negara itu mengatakan, negeri muda itu hanya memiliki cadangan devisa untuk bertahan selama satu bulan.

Setelah perang selama bertahun-tahun yang mengakibatkan ribuan orang mati dan 2 juta orang lainnya kehilangan tempat tinggal, pemerintah Sudan Selatan akhirnya meneken kesepakatan damai dengan pemberontak tahun lalu.

Pada April lalu, pemimpin pemberontak Riek Machar kembali ke ibu kota Juba untuk bekerja sama dengan Presiden Salva Kiir untuk membangun kesatuan negara.

Meski terlihat tanda-tanda stabiliti, pertempuran masih berlangsung. Pada Selasa lalu, seorang pegawai pemerintah mengatakan, ahli politik senior Ali Tamim Fartak membentuk milisi baru untuk memerangi pemerintah.
 
Sumber:KOMPAS.com
Editor : Ervan Hardoko
Sumber: Independent,

No comments:

Post a Comment