Friday, November 22, 2013

Kerana Diskriminasi anak Rohingya terpaksa belajar di madrasah

21 Nov 2013
 
Ditolak sekolah, anak Rohingya terpaksa belajar di madrasah
Madrasah di Kota Sittwe. foxnews.com

Merdeka.com - Setahun sudah insiden penyerangan dilancarkan sekelompok warga Buddha terhadap komuniti muslim Rohingya, yang menjadi kaum minoriti, di Kota Sittwe, sebelah barat laut Myanmar. Kerusuhan itu menyebabkan terjadinya pembahagian sekte yang disetejui negara. Ini membuat ribuan anak-anak harus melalui hari-hari mereka dengan kosong di kem-kem pengungsian yang berdebu.

Anak-anak dari etnik Rohingya tidak diperbolehkan mengecapi pendidikan di banyak sekolah negeri. Alhasil, sebuah desa Rohingya di pinggiran Kota Sittwe telah membuka pintunya bagi beberapa anak laki-laki dan perempuan, untuk belajar. Di sini mereka tidak hanya mempelajari Islam, seperti yang terjadi di masa lalu, tetapi juga belajar bahasa Myanmar dan Inggeris, seperti dilansir stesyen televisyen Fox News, Khamis (21/11).

Terkadang lebih dari seribu anak boleh menghadiri pelajaran di madrasah itu. Orangtua mereka terlihat duduk santai di dekat kedai kopi, sambil mendengar suara anak-anak mereka membaca buku dengan suara lantang.

Anak-anak terlihat duduk bersesakan di dalam bangunan terbilang sudah bobrok, usang, dan berlantai kayu itu. Seorang guru mondar-mandir di ruangan sambil membawa tongkat bambu, berusaha untuk meredam kebisingan.
Madrasah ini hampir tidak mendapat bantuan dari luar. Para guru di sana juga tidak dibayar. Dan kerana kekurangan buku-buku pelajaran, mereka berjuang untuk mendapatkan seluruh bahkan dasar-dasar.

"Kami melakukan apa yang kita boleh," kata Anwar, guru yang mengajar untuk murid kelas delapan. Dia terkadang harus menangani lebih dari 65 murid  dalam satu waktu. "Namun, ini hampir mustahil, terutama anak-anak yang lebih dewasa."
"Namun, kita melihat sudah ada sedikit perbaikan. Beberapa anak-anak sekarang sudah dapat mengatakan nama mereka dalam bahasa Myanmar atau dapat berhitung," lanjut dia.

Sittwe adalah ibu kota Negara  Rakhine. Tahun lalu kota ini dihantam oleh kekerasan sektarian, dan sejak itu kekerasan telah menyebar ke beberapa bahagian lain di Myanmar.
Muslim Rohingya telah menjadi korban utama dalam kekerasan tersebut, yang telah menyebabkan lebih dari 240 orang terbunuh dan membuat 240 ribu lainnya mengungsi.

No comments:

Post a Comment