21 Nov 2013
Merdeka.com - Setahun
sudah insiden penyerangan dilancarkan sekelompok warga Buddha terhadap
komuniti muslim Rohingya, yang menjadi kaum minoriti, di Kota Sittwe,
sebelah barat laut Myanmar. Kerusuhan itu menyebabkan terjadinya
pembahagian sekte yang disetejui negara. Ini membuat ribuan anak-anak
harus melalui hari-hari mereka dengan kosong di kem-kem pengungsian
yang berdebu.
Anak-anak dari etnik Rohingya tidak diperbolehkan mengecapi
pendidikan di banyak sekolah negeri. Alhasil, sebuah desa Rohingya di
pinggiran Kota Sittwe telah membuka pintunya bagi beberapa anak
laki-laki dan perempuan, untuk belajar. Di sini mereka tidak hanya
mempelajari Islam, seperti yang terjadi di masa lalu, tetapi juga
belajar bahasa Myanmar dan Inggeris, seperti dilansir stesyen televisyen
Fox News, Khamis (21/11).
Terkadang lebih dari seribu anak boleh menghadiri pelajaran di
madrasah itu. Orangtua mereka terlihat duduk santai di dekat kedai kopi,
sambil mendengar suara anak-anak mereka membaca buku dengan suara
lantang.
Anak-anak terlihat duduk bersesakan di dalam bangunan terbilang sudah
bobrok, usang, dan berlantai kayu itu. Seorang guru mondar-mandir di
ruangan sambil membawa tongkat bambu, berusaha untuk meredam kebisingan.
Madrasah ini hampir tidak mendapat bantuan dari luar. Para guru di
sana juga tidak dibayar. Dan kerana kekurangan buku-buku pelajaran,
mereka berjuang untuk mendapatkan seluruh bahkan dasar-dasar.
"Kami melakukan apa yang kita boleh," kata Anwar, guru yang mengajar
untuk murid kelas delapan. Dia terkadang harus menangani lebih dari 65 murid dalam satu waktu. "Namun, ini hampir mustahil, terutama anak-anak
yang lebih dewasa."
"Namun, kita melihat sudah ada sedikit perbaikan. Beberapa anak-anak
sekarang sudah dapat mengatakan nama mereka dalam bahasa Myanmar atau
dapat berhitung," lanjut dia.
Sittwe adalah ibu kota Negara Rakhine. Tahun lalu kota ini
dihantam oleh kekerasan sektarian, dan sejak itu kekerasan telah
menyebar ke beberapa bahagian lain di Myanmar.
Muslim Rohingya telah menjadi korban utama dalam kekerasan tersebut,
yang telah menyebabkan lebih dari 240 orang terbunuh dan membuat 240 ribu
lainnya mengungsi.
No comments:
Post a Comment