Konflik Syria tiga tahun terakhir telah panas
tanpa harus ditambahi insiden baru. Nyatanya, situasi di Timur Tengah,
termasuk Eropah, menjadi semakin runyam setelah F-16 Turki menjatuhkan
jet tempur Sukhoi Su-24 milik Rusia di Latakia, perbatasan Syria Selasa
(24/11) pagi waktu setempat.
Turki mejatuhkan pesawat Rusia,
lantaran Sukhoi itu memasuki wilayah udara mereka berulang kali.
Setidaknya 10 kali peringatan diberikan, sampai akhirnya dua F-16
dikirim menjatuhkan jet tempur Negeri Beruang Merah.
Sebaliknya,
Rusia merasa tidak bersalah. Su-24 dengan dua awak itu memantau markas
militan ISIS di dekat Latakia. Kementerian Pertahanan Rusia mendakwa
pesawat berada di ketinggian 6 ribu meter dan hanya berputar di wilayah
udara Syria.
Turki
adalah anggota Pakatan Pertahanan Atlantik Utara
(NATO). Merespon insiden itu, seluruh anggota NATO mengadakan
mesyuarat tergempar di Kota Brussels, Belgium, untuk mendengar
kronologi penembakan
Sukhoi ini versi Turki. Hitungan jam setelah insiden itu, Presiden
Turki, Reccep Tayyip Erdogan, mengumpulkan menteri senior, seluruh
jenderal tiga matra, serta Ketua Badan Intelijen Turki.
Mesyuarat kabinet Turki 2015 Merdeka.com
Insiden
di Latakia menandai untuk pertama kalinya armada militer NATO terlibat
kontak senjata langsung, sekaligus menjatuhkan pesawat tempur Rusia yang
pada era Soviet memiliki koalisi tentera sendiri bernama Pakta Warsaw .
Inilah insiden pertama kekuatan besar dunia setelah Perang Dingin
berakhir.
Sebelum Turki menembak jatuh Sukhoi itu, Rusia sepanjang
tahun ini saja 50 kali disebut melakukan pelanggaran udara di wilayah
negara anggota NATO, khususnya dekat Ukrain . Dari seluruh catatan itu,
tiga manuver pesawat Rusia dinilai 'ancaman', sedangkan 13 kejadian
dianggap 'pelanggaran serius'.
Terakhir kali armada NATO terlibat
kontak senjata langsung dengan kekuatan tempur Rusia adalah pada 1952,
ketika jet AS menjatuhkan empat Migs-15 di sela-sela Perang Korea,
tepatnya pada operasi penyerbuan Hoeryong.
Dua
pilot Su-24
berhasil melontarkan diri, namun jatuh ke kawasan perbukitan Latakia
yang dikuasai pemberontak Syria keturunan Turki. Sempat beredar
maklumat mereka dibunuh, namun pemerintah Turki kebelakangan menyatakan
kedua penerbang itu dalam kondisi baik-baik saja.
Tak kurang,
Presiden Rusia Vladimir Putin segera mengecam Turki kerana terkesan
melindungi markas para militan. "Rusia ibaratnya ditusuk dari belakang
oleh kaki tangan teroris (Turki)," kata Putin.
F-16 Turki 2015 Istimewa
Pemimpin
Rusia itu menjamin tindakan Turki menimbulkan konsekuensi serius antara
dua negara. Dia menjamin pesawatnya tak pernah memasuki wilayah udara
bekas Kekaisaran Ottoman tersebut. "Apakah Turki sekarang ingin menyeret
NATO untuk melayani kepentingan ISIS?" kata Putin.
Sebaliknya,
Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu balik mengkritik Rusia lantaran
tak tahu adat. Adalah hak sebuah negara berdaulat untuk menyerang
pesawat militer asing yang memasuki wilayah mereka tanpa izin.
"Kami
ingin komuniti internasional memahami bahawa pemerintah Turki siap
mengorbankan perdamaian, jika keselamatan dan kehidupan warga kami di
perbatasan terancam. Adalah hak kami mempertahankan kedaulatan setelah
peringatan kami tidak diindahkan," kata Davutoglu dalam sidang media tergempar kelmarin.
Kementerian Pelancungan Rusia langsung memboikot pelancungan Turki. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov mengatakan
warganya sebaiknya tak berkunjung ke Turki, kerana negara itu penuh
ancaman teroris.
Ketegangan kedua negara mengingatkan momen buruk
pada abad 19. Kerajaan Rusia, kala itu, pernah terlibat peperangan
dengan Turki yang masih berada di bawah Kekaisaran Ottoman.
Perang kedua negara terjadi pada 1877, berakhir setahun sesudahnya. Rusia awalnya
No comments:
Post a Comment